Bamsoet Klaim Amendemen Konstitusi Bukan Hal Tabu dalam Konsep Negara Demokratis

  • Bagikan
IMI
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) Pusat, Bambang Soesatyo. //Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa amendemen konstitusi bukan merupakan hal yang tabu dalam konsepsi negara demokratis.

Menurut Bamsoet, amendemen konstitusi telah menjadi bagian dari praktik kehidupan demokrasi banyak negara, seperti Prancis yang melakukan amendemen sebanyak 24 kali, India 105 kali, Thailand 20 kali, Korea 9 kali, Indonesia 4 kali, dan di Amerika Serikat terdapat 33 kali amendemen yang diajukan secara resmi oleh kongres.

“Menyadur pandangan presiden ketiga Amerika Serikat Thomas Jefferson, konstitusi justru seharusnya diamendemen oleh setiap generasi untuk memastikan bahwa kemajuan dan perkembangan generasi masa kini tidak terkekang oleh ketentuan konstitusi masa lalu yang tidak mengakomodasi dinamika zaman,” ujar Bamsoet berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/5).

Ia mengemukakan hal tersebut saat menutup Kongres XVI KNPI pimpinan Haris Pertama secara virtual di Jakarta, Sabtu.

Meskipun bukanlah hal yang tabu, Bamsoet menekankan bahwa amendemen konstitusi tidak dapat secara serampangan karena menjadi hukum dasar yang memuat norma dan aturan dasar dalam kehidupan bernegara.

Dengan demikian, lanjut Bamsoet, penyempurnaan konstitusi untuk menyesuaikan perkembangan zaman dan mengakomodasi kehendak rakyat tidak boleh mengesampingkan paham konstitusionalis yang dianut.

“Secara teoritis, amandemen konstitusi dilatarbelakangi oleh beberapa momentum konstitusional yang mendasarinya. Misalnya, adanya ketentuan dalam konstitusi yang tidak mengatur secara tegas dan jelas sehingga menimbulkan multitafsir dan kerancuan dalam implementasinya,” kata Bamsoet.

Di samping itu, lanjut dia, amendemen juga bisa dilakukan ketika ada ketentuan-ketentuan mendasar yang belum diatur dalam konstitusi, ada kelemahan mendasar dalam substansi, konsistensi hubungan antarbab atau antarpasal, dan ada ketentuan yang sudah tidak relevan dengan kondisi politik serta ketatanegaraan yang berlaku.

Dalam tatanan kehidupan demokrasi modern, kata Bamsoet, konstitusi yang dianggap ideal adalah konstitusi yang hidup (living constitution) dan konstitusi yang bekerja (working constitution).

“Konstitusi yang hidup adalah konstitusi yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman. Konstitusi yang bekerja adalah konstitusi yang benar-benar dijadikan rujukan dan diimplementasikan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, serta berbangsa dan bernegara,” ujar Bamsoet.[prs]

 

  • Bagikan