Arteria Sebut Polisi, Jaksa dan Hakim Tak Boleh di OTT

  • Bagikan
arteria
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan Arteria Dahlan mengatakan bahwa aparat penegak hukum (APH) yang bertugas di Indonesia tak seharusnya menjadi objek operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus dugaan korupsi.

Ia menyampaikan pendapatnya itu saat mengikuti sebuah diskusi daring bertajuk ‘Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?’ pada Kamis (18/11). Dalam hal ini, aparat yang dirujuk oleh Arteria adalah polisi, jaksa dan hakim.

“Bahkan ke depan di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi. Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT. Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum,” kata Arteria saat menjawab pertanyaan dari salah seorang peserta diskusi.

Politisi dari PDIP itu mengatakan agar aparat dapat menciptakan instrumen penegakkan hukum yang lebih menantang dibandingkan dengan OTT. Sehingga, kata dia, unsur kewajaran (Fairness) dalam penindakan dapat lebih terlihat.

Ia menyinggung, banyak metode dan cara penegakan hukum lain yang dapat dilakukan. OTT, kata dia, cenderung dapat menimbulkan isu kriminalisasi dan politisasi.

“Padahal kita punya sumber daya polisi jaksa hakim penegak hukum yang hebat-hebat. Masa iya sih modalnya hanya OTT tidak dengan melakukan bangunan konstruksi hukum yang lebih bisa dijadikan dichallange oleh semua pihak, sehingga fairnessnya lebih terlihat,” cetus dia.

Dalam hal ini, pertanyaan dimaksud ialah berkaitan dengan pernyataan Bupati Banyumas Achmad Husein yang meminta KPK memanggil kepada daerah terlebih dahulu sebelum menciduk lewat operasi senyap. Salah seorang peserta meminta Arteria menanggapi itu.

Dia lantas mengatakan bahwa saat dirinya masih berada di Komisi II DPR ia meminta agar OTT yang dilakukan oleh aparat harus secara cermat sehingga tak membuat kegaduhan.

Menurutnya, upaya penegakan hukum seharusnya membuat pemerintahan menjadi lebih baik. Sehingga, kala itu, ia menggagas implementasi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP).

“Orang koruptor itu gak takut dipenjara. Orang yang senang sama kekayaan ya kekayaannya diambil, orang yang senang sama jabatannya, jabatannya yang dicopot. Itu yang jadi sanksi, bukan semuanya harus bermuara kepada ini,” ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah jenderal polisi, hakim, hingga jaksa ditangkap, terutama oleh KPK, mayoritas terkait kasus suap. Pengalaman sejumlah negara, pemberantasan korupsi dimulai dari pembersihan aparatnya. Seperti Hongkong yang menyapu bersih polisi korup lebih dulu.

Diketahui, UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan sendiri mengatur secara rinci soal Simbol Negara.

Itu terdiri dari Bendera Negara Indonesia yang adalah Sang Merah Putih, Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, Lambang Negara yakni Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

Tak ada jabatan tertentu menjadi Simbol Negara, sekali pun Presiden.[prs]

  • Bagikan