Pimpinan DPR dan Presiden Diminta Tak Tandatangani dan Sahkan Calon Anggota BPK Nyoman Adhi Suryadnyana

  • Bagikan
BUMN, bpk
Gedung BPK RI/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Pimpinan DPR dan presiden diminta untuk tidak menandtangani atau mengesahkan calon anggota Badan Pengawasan Keuangan (BPK) RI hasil diseleksi Komisi XI DPR RI karena dinilai banyak pelanggaran.

Adanya dorongan kepada presiden untuk tidak mengesahkan hasil seleksi BPK itu karena dinilai telah melanggar UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pengawasan Keuangan.

Dalam pasal 13 buruf J, disebutkan bahwa calon anggota BPK paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara. Sementara dalam seleksi Anggota BPK terdapat nama yang dinilai melanggar pasal tersebut. Yakni Nyoman Adhi Suryadnyana.

Demikian dikatakan Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis dalam keterangannya, Senin (20/9).

Menurut Margarito, presiden diambil sumpah jabatannya untuk menjalankan aturan perundang-undangan. Bukan untuk melanggar UU. Oleh karennaya, jika presiden mengesahkan hasil seleksi yang dilakukan oleh Komisi XI, presiden sama saja dengan melanggar sumpah jabatannya.

“Masalahnya sekarang apakah presiden memiliki keberanian atau tidak untuk tidak mengesahkan itu,” ragunya.

Namun dia juga memberikan support kepada presiden untuk tidak ragu menolak hasil seleksi BPK.

“Kalau nanti partai-partai menghimpit presiden, mereka tidak ada pijakan yang rasional. Kami yakin presiden mengambil pilihan tepat kalau beliau tidak mengesahkan,” katanya.

Sependapat dengan Ketua Bidang Polhukam PB PMII, Daud A Gerung. Dia menegaskan bahwa Nyoman Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk menjadi Anggota BPK.

Dia menyayangkan keputusan Komisi XI yang telah menabrak UU BPK. “Padahal UU tersebut dibuat oleh mereka juga, tapi mereka juga yang tabrak,” geramnya.

Daud juga menyampaikan bahwa Komisi XI tidak memiliki itikad baik. Karena sebelumnya dia telah mengundang Komisi XI untuk hadir berbicara di FGD.

“Kami sudah menyurati Ketua Komisi XI dan beberapa anghota, tapi tidak ada respon dan itikad baik,” kesalnya.

Daud menegaskan, Polhukam PB PMII akan terus mengawal masalah ini. “Kita akan terus kawal dan dorong bersama sampai tuntas,” tegasnya.

Narasumber lain, Prof, Denny Indrayana, Sh, LL.M, Ph.D, juga menyampaikan hal yang sama. Dia mengatakan bahwa seleksi calon Anggota BPK RI cacat hukum, karena melanggr UU.

Menurutnya, pasal 13 huruf J adalah syarat mutlak untuk menghindari konflik kepentingan. Komisi XI jangan abai dengan konstitusi dan harus mendengarkan aspirasi masyarakat.

“Dalam UU BPK pasal 14 ayat 3 juga mensyaratakan DPR harus mendengar masukan dari masyarakat. Kita tahu masyarakat sudah mengingatkan tentang ini,” tambahnya.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyinggung bahwa beberpa minggu ke depan akan ada seleksi calon Hakim Agung. Dia menduga, seleksi calon Hakim Agung ini memeiliki keterkaitan dengan hasil seleksi BPK.

“Ada 11 calon Hakim Agung. Kalau lolos semua ini bersrti ada imbal balik dari DPR. DPR Komisi XI menginginkan Nyoman Adhi Suryadnyana terpilih dan nantinya kalau ada gugatan ke PTUN ada benteng-benteng yang sulit ditembus,” ungkapnya.

Koordinator Koalisi Mahasiswa Indonesia, Abraham, juga menyampaikan hal yang sama. Dia geram dengan sikap Komisi XI DPR RI yang telah melanggar UU BPK.

Namun, dia meminta kepada Pimpinan DPR RI untuk tidak mengesahkan hasil seleksi tersebut pada paripurna nanti.

“Semoga pimpinan DPR masih terang dalam melihat konstitusi di negara ini,” harapnya.

Jika pimpinan DPR menandatangani, sama saja dengan memercikkan api kemarahan dari seluruh masyarakat Indonesia.

Oleh karenya, dia meminta kepada mahasiswa untuk mengawal paripurna. “Siapa pimpinan yang akan menandtangani berarti dia lah yang harus bertanggungjawab,” pungkasnya.[prs]

  • Bagikan