Kata SETARA, Kemendagri di Bawah Tito Paling Lembek Respon Kasus Pengerusakan Masjid Ahmadiyah

  • Bagikan
Kata SETARA, Kemendagri di Bawah Tito Paling Lembek Respon Kasus Pengerusakan Masjid Ahmadiyah
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di bawah Tito Karnavian paling lembek alias lambat dalam merespons pengerusakan masjid milik jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Halili menyebut salah satu kelembekan itu terlihat dari Mendagri Tito yang bahkan belum bersuara sampai saat ini.

“Secara umum kalau kita lihat respons Kementerian Dalam Negeri ini bisa kita anggap itu pihak di pusat yang paling lembek lah. Jadi menteri dalam negeri paling lembek merespons tragedi 3 September itu,” kata Halili dalam keterangannya, Selasa (7/9/2021).

Halili menuturkan, dalam kasus perusakan majid jemaah Ahmadiyah harus dilihat dari dua perspektif, yakni mikro dan makro. Dalam perspektif makro, kata Halili, pemerintah daerah adalah aktor real dalam pelanggaran kebebasan beragama.

“Jadi konteks makro semacam itu kementerian dalam negeri memang berada dalam posisi tidak boleh tidak dia harus mengambil peran yang besar gitu ya,” ucapnya.

Sementara itu, dalam perspektif mikro, Halili menyebut kegagalan pemerintah daerah dalam menjamin kebebasan beragama tidak hadir begitu saja. Ia menyebut, kegagalan itu adalah imbas dari kegagalan di pusat, yakni Kemenedagri.

“Itu buka sesuatu yang tiba-tiba dia resultante dari kegagalan pemerintah kabupaten untuk memastikan tidak ada diskriminasi terhadap seluruh warga negara termasuk komunitas Ahmadiyah di sana,” ucapnya.

Halili berkata kebebasan dalam memeluk dan menjalankan keagamaan seharusnya dijamin oleh negara. Hal itu, kata dia, sesuai dengan amanat konstitusi.

Pihak daerah gagal melaksanakan amanat itu. Halili menyebut bahkan pihak bupati juga menunjukkan keberpihakannya pada pelaku perusakan tersebut dengan membiarkan kejadian itu terjadi.

Selain itu, Halili menyatakan dalam rapat-rapat yang berkaitan dengan Ahmadiyah justru tidak ada perwakilan dari pihak Ahmadiyah. Sehingga, dalam keputusan yang dikeluarkan kerap kali sepihak.

Terkait itu, Halili mendesak agar Kemendagri hadir secara tegas dalam duduk perkara tersebut. Sehingga, tidak ada lagi pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

“Apa yang dilakukan oleh Kemendagri dalam konteks ini pertama memberikan statemen publik yang tegas keras agar ada efek jera kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah daerah,” ucapnya.

Selain itu pihaknya juga mendesak agar Pemda diberikan sanksi atas pembiaran tersebut. Sebab, dengan membiarkan kejadian itu, Pemda juga turut bersalah.

“Memberikan sanksi yang tegas agar kelalaian yang dilakukan pemerintah daerah Sintang dan Kalbar juga keterlibatan aktif mereka juga ketundukan mereka terhadap kelompok-kelompok intoleran itu tidak ditiru oleh pemerintah daerah yg lain,” katanya.

Sebelumnya, perusakan masjid milik jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang terjadi pada Jumat (3/9) lalu. Jumlah orang yang melakukan perusakan sekitar 100 orang.

Tidak hanya masjid yang dirusak, massa juga membakar bangunan gudang yang berada di sebelah masjid.[prs]

  • Bagikan