Polda Metro Sebut Sulit Temukan Relawan Vaksinator di DKI

Realitarakyat.com – Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan TNI-Polri masih sulit menemukan relawan tenaga kesehatan untuk menyuntik vaksin Covid-19 (vaksinator) di DKI Jakarta.

“Saya sudah jelaskan bahwa Jakarta dalam program percepatan vaksinasi karena Jakarta ini barometer. Nah, yang sulit kendalanya adalah vaksinator. Kami sulit menemukannya,” kata Yusri saat konferensi pers pengungkapan kasus suntikan vaksin kosong di Markas Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (10/8/2021).

Padahal, kata Yusri, saat ini banyak kegiatan yang dilakukan personel TNI-Polri untuk mempercepat vaksinasi, termasuk Polda Metro Jaya yang membentuk Vaksinasi Merdeka.

Yusri mengatakan Polda Metro Jaya meminta bantuan ribuan perawat dan tenaga kesehatan yang terlatih sebagai vaksinator untuk terlibat dalam Vaksinasi Merdeka.

Tapi tak sedikit pula vaksinator yang bersedia mengikhlaskan diri menjadi relawan dalam Vaksinasi Merdeka yang terkonfirmasi positif COVID-19, sehingga menyebabkan jumlah vaksinator yang tersedia saat ini semakin berkurang.

“Vaksinasi Merdeka yang digagas oleh Polda Metro Jaya, kami merekrut 1.800 relawan tenaga kerja untuk vaksinator, tetapi sudah beberapa yang terkonfirmasi positif. Akhirnya kurang,” kata Yusri.

Bahkan ada juga relawan untuk vaksinator di Vaksinasi Merdeka yang meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas usai pulang bertugas.

“Selesai vaksinasi, dia pulang naik kendaraan roda dua, kecelakaan tertabrak, meninggal dunia, saya bilang dia adalah pahlawan,” kata Yusri.

Untuk memenuhi kekurangan vaksinator ini, Polda Metro Jaya kemudian “mengejar” sejumlah mahasiswa-mahasiswi yang sedang dalam tahapan pendidikan profesi kedokteran sebagai dokter muda (Koas) di sejumlah klinik di Jakarta.

Tapi kesulitan itu masih ditemukan, sebab untuk menjadi vaksinator diperlukan pelatihan khusus agar memenuhi klasifikasi yang ada.

“Termasuk (tersangka suntikan vaksin kosong) ibu EO ini punya klasifikasi untuk melakukan penyuntikan. Dia perawat. Bahkan dalam kegiatan-kegiatan vaksinasi massal, ibu ini juga terlibat dan diminta bantuan untuk vaksinasi,” kata Yusri.

Menurut pengakuan tersangka EO, hari itu dirinya sudah menyuntik 599 orang. Selama bertugas, tidak ada niat apapun yang terlintas di benaknya, selain ingin membantu menjadi relawan untuk memberikan vaksin.

EO pun meminta maaf kepada orang tua korban yang ia suntik saat itu serta seluruh masyarakat Indonesia yang diresahkan oleh kejadian ini.

“Saya akan mengikuti segala proses yang akan saya jalani ke depannya. Saya mohon maaf, terlebih pertama kepada keluarga dan orang tua anak yang saya telah vaksin. Saya mohon maaf, saya, hari itu saya vaksin 599 orang,” kata EO sembari menangis di depan awak media.

Menurut Yusri, para relawan yang menjadi vaksinator itu adalah salah satu dari tiga pahlawan kemanusiaan di masa pandemi COVID-19, setelah dokter yang merawat pasien di Rumah Sakit dan penggali kuburan jenazah Covid-19.

“Ada 500 lebih (yang disuntik oleh tersangka pada hari itu) saudara lihat? Tetapi yang bersangkutan memang tidak bilang setiap hari, karena dia juga bekerja di salah satu klinik. Kalau bekerja, dia tidak memberikan vaksin kepada masyarakat. Tapi pada saat dia libur, itulah kemudian dia jadi relawan,” kata Yusri.

Terus terang, kata Yusri, Jakarta saat ini membutuhkan kontribusi para vaksinator karena Jakarta harus segera mencapai kekebalan komunal (herd immunity). Untuk itu, target Vaksinasi Merdeka hingga 17 Agustus nanti diharapkan dapat mendekati angka 100 persen.

Saat ini, kata Yusri, warga Jakarta yang mendapat suntikan vaksin sudah lebih dari 95 persen. Bahkan se-Indonesia menjadi nomor satu dalam pencapaian vaksinasi ini.

Sedangkan standar vaksinasi yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO), sekitar 70 persen untuk menuju “herd immunity” tersebut.

“Hari ini Jakarta sudah 95 persen, ini sudah melewati standar WHO,” kata Yusri.

Kendati demikian, lanjut Yusri, Indonesia adalah negara hukum. Maka siapapun yang salah tetap harus diproses secara adil.

“Jadi kelalaiannya, memang menurut awal bahwa yang bersangkutan sudah memvaksin hari itu sekitar 599 dan dia merasa memang lalai, dia tidak memeriksa lagi karena mungkin sudah, harusnya memang diperiksa dulu. Itu yang dia sampaikan, tapi kami masih dalami terus yang bersangkutan,” kata Yusri.[prs]