Meski Sudah Dibui, MAKI Bilang Pinangki Masih Berstatus Jaksa dan Digaji

  • Bagikan
Maki, tuntut
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (NET/IST)
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan bahwa Jaksa Pinanki hingga saat ini masih berstatus sebagai jaksa dan belum diberhentikan bahkan masih digaji, meskipun sudah dieksekusi dan ditahan di Lapas Wanita Tangerang.

Sebagaimana diberitakan, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, telah dieksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) ke Lapas Wanita Tangerang awal pekan ini. Eksekusi dilakukan, menurut Boyamin, setelah didesak publik karena sebelumnya Pinangki menghuni sel di kantornya di Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Sampai sekarang belum dicopot dari PNS nya. Sekarang ini semestinya segera diproses untuk diberhentikan secara tidak hormat,” kata Boyamin, sebagaimana dikutip dari tayangan Mata Najwa, Kamis (5/8/2021).

Pinangki dipenjara di LP Wanita Tangerang untuk menjalani hukuman 4 tahun ke depan. Hukumannya itu disunat Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dari sebelumnya 10 tahun penjara. “Masih. Sekarang, statusnya hanya nonaktif saja,” ujar Boyamin.

Karena masih berstatus jaksa nonaktif, maka Pinangki masih mendapat gaji dari negara. Di mana uang negara itu dikumpulkan dari pajak masyarakat.

“Masih dapat gaji dari negara memang betul. Itu segera cepat diberhentian dengan tidak hormat dalam rangka supaya negara tidak membiayai/menggaji orang yang namanya koruptor,” ujar Boyamin.

Ia pun menyayangkan, sikap Jaksa Agung ST Burhanuddin yang tidak langsung memecat Pinangki.

“Sesuai ketentuan undang-undang bahwa orang yang melakukan korupsi itu jika sudah mendapatkan putusan inkrah (berkekuatan hukum tetap) maka ya langsung diberhentikan dengan tidak hormat. Copot saja Jaksa Agung,” ujar Boyamin saat dikonfirmasi terpisah.

Terkait apakah Pinangki masih menerima gaji atau tidak sebagai PNS, itu tertuang dalam Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

Dalam Pasal 40 ayat (1) dijelaskan bahwa pemberhentian sementara bagi PNS yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana berlaku sejak PNS ditahan. Kemudian, dalam ayat (4) menyebut PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan penghasilan.

Tetapi, pada ayat (5) tertulis bahwa PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan uang pemberhentian sementara. Uang pemberhentian tersebut tertuang dalam ayat (6) yang berbunyi:

Uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan jabatan terakhir sebagai PNS sebelum diberhentikan sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara pada ayat (7) menyebutkan bahwa, penghasilan jabatan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (6), terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan dan tunjangan kemahalan umum apabila ada sampai dengan ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur gaji, tunjangan dan fasilitas PNS berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Lalu di ayat (8) dijelaskan, uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan pada bulan berikutnya sejak ditetapkannya pemberhentian sementara. Kemudian, ayat (9) menyebut pemberhentian sementara ini berlaku sampai dengan (a) dibebaskannya tersangka dengan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabatan yang berwenang, atau (b) ditetapkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Sebelumnya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa Pinangki masih diberhentikan sementara hingga putusannya Inkracht (berkekuatan hukum tetap).

Ia menyebut bahwa jaksa Pinangki berstatus diberhentikan sementara sebagai ASN dan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejagung.

“Yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatan PNS, maka secara otomatis jabatan yang melekat pada PNS juga berhenti sementara,” ujar Leonard, pada Rabu 16 Juni 2021 lalu.

Kasus bermula saat patgulipat makelar kasus (markus) itu terbongkar pada 2020 lalu. Djoko yang berstatus sebagai buronan bisa melenggang ke Jakarta, membuat e-KTP dan mendaftar PK ke PN Jaksel. Akal bulus Djoko dibantu pengacara Brigjen Prasetijo Utomo dan Anita Kolopaking.

Belakangan juga terungkap Djoko mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait kasus korupsi yang membelitnya. Di kasus ini, melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya. Dalam dakwaan jaksa, nama Ketua MA dan Jaksa Agung disebut-sebut di kasus Fatwa MA.

Nah, untuk memuluskan aksinya di atas, Djoko menyuap aparat agar namanya di Red Notice hilang. Pihak yang disuap yaitu Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Serag Markus juga ikut terseret yaitu Tommy Sumardi. Mereka akhirnya diadili secara terpisah. (ndi)

  • Bagikan