Kemenkeu Klaim Sudah Bayar Perawatan COVID-19 Rp25,45 Triliun

  • Bagikan
Kemenkeu Klaim Sudah Bayar Perawatan COVID-19 Rp25,45 Triliun
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Purwanto memastikan pemerintah telah membayar klaim perawatan COVID-19 sebesar Rp25,45 triliun sampai akhir Juli 2021.

Pembayaran klaim ini termasuk untuk tunggakan tagihan dari rumah sakit tahun 2020 yang sebesar Rp8,16 triliun.

“Rumah sakit yang belum dapat mungkin termasuk yang masih dispute karena mesti dicek BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) dan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan),” kata Purwanto dalam webinar Keterbukaan Informasi Publik di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan protes rumah sakit terkait pembayaran klaim perawatan COVID-19 pun semakin berkurang. Diharapkan memasuki semester II-2021, pembayaran klaim akan semakin lancar dan tetap akuntabel

Selain terkait pembayaran klaim rumah sakit, dalam kesempatan tersebut, Purwanto juga menyoroti terkait pembayaran tagihan oleh pemerintah daerah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang masih rendah.

Untuk ini, ia mengatakan pemerintah akan melakukan intercept atau melakukan pembayaran dengan uang pemerintah pusat terlebih dahulu.

“Karena pemerintah daerah lambat membayar insentif tenaga kesehatan atau petugas vaksin misalnya, itu dibantu oleh pemerintah pusat dulu untuk mengintervensi daerah dengan uang pemerintah pusat dulu,” ucapnya.

Purwanto meyakinkan bahwa dana penanganan COVID-19 tersalur secara merata untuk tiap daerah. Apabila pemerintah tampak mempercepat penyaluran dana penanganan COVID-19 ke wilayah Jawa dan Bali, menurutnya, hal itu karena kedua wilayah ini memiliki banyak penduduk dan termasuk ke dalam zona merah.

“Tapi kami pun tidak menutup mata, kalau kasusnya sangat berat di suatu daerah, itu akan kami cek, kami lihat. Kalau dia telat (melakukan penanganan), kami masuk duluan dengan kebijakan intercept,” imbuhnya.

Di samping itu, penanganan di kedua wilayah ini diakui lebih cepat karena tidak terkendala transportasi maupun jaringan informasi.

“Tiap hari kami memantau kemajuannya. Dan memang yang disasar daerah-daerah yang masih merah, padat penduduk, karena memang seperti Jakarta ini pusat ekonomi, budaya, dan sebagainya, tapi bukan berarti yang lain ditinggalkan,” ujarnya. (ndi)

  • Bagikan