Formappi Soroti Peranan Fraksi ‘Kuat’ dalam Loloskan Calon Anggota BPK

  • Bagikan
Formappi Soroti Peranan Fraksi 'Kuat' dalam Loloskan Calon Anggota BPK
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus /net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan jika proses uji kelayakan dan kepatutan (Fit And Proper Test) Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memiliki kelebihan atau kekhususan dibandingkan dengan uji kelayakan dan kepatutan untuk instansi pemerintah lainnya.

Untuk calon anggota BPK, dari proses pendaftaran sampai dengan gelaran uji kelayakan dan kepatutan, keseluruhannya diselenggarakan oleh DPR RI. Dalam hal ini, melalui Komisi XI DPR RI sebagai mitra kerja BPK RI.

“Itu bedanya BPK dengan instansi pemerintah lainnya. Untuk BPK, peran Istana terlihat seperti tidak signifikan. Tetapi, ini kan sebenarnya tidak jauh-jauh dari proses kompromi juga. Ini problem yang sudah lama, kewenangan DPR dalam proses seleksi BPK,” tegas Lucius Karus saat dihubungi wartawan, Selasa (3/8/2021).

Menurutnya, pemerintah tidak terlihat kentara apabila menyodorkan nama-nama tertentu supaya lolos menjadi anggota BPK. Namun demikian, hal yang harus diketahui adalah bahwa partai politik (parpol) pendukung pemerintah juga mempunyai ‘perwakilan’ di parlemen. Melalui parpol pemerintah itulah kemudian proses lobi-lobi dilakukan.

“Kewenangan ada di DPR dalam menguji calon anggota BPK, otomatis menjadi lahan fraksi-fraksi yang ada di DPR. Siapa yang kuat di DPR ya itu yang akan menentukan. Jadi ini proses basa-basi sebenarnya. Penentunya siapa fraksi yang paling kuat,” jelas Lucius.

Ia lantas menjelaskan, jika proses uji kelayakan dan kepatutan dibelakangnya adalah lobi-lobi politik, maka sangat sederhana bisa dimaknai jika proses uji calon anggota BPK bersifat politis. Dari lobi-lobi kemudian ada kompromi, dan kompromi berarti ada hitung-hitungannya.

Karena itu pula, Formappi mengingatkan Komisi XI DPR RI dalam proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK RI keseluruhannya dilakukan secara transparan. Publik ditekankan Lucius juga berhak tahu siapa calon-calonnya, rekam jejaknya, hingga visi calon jika terpilih menjadi anggota BPK RI.

“Fakta bahwa pemilihan BPK itu kental dengan politik, tetapi alangkah baiknya jika dilaksanakan dengan transparan, berikan ruang seluas-luasnya publik untuk memberikan masukan, memberikan penilaian,” jelasnya.

Dengan adanya transparansi, lanjut Lucius, pada gilirannya publik secara langsung ikut mengawasi dan turut menguji setiap nama calon. Dalam bahasa sederhana Lucius, ada semacam kontrol publik terhadap proses uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK RI.

Sekedar diketahui, Komisi XI DPR RI pada September 2021 mendatang akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) terhadap satu calon anggota BPK. Satu anggota BPK RI akan berakhir masa jabatannya atau pensiun itu adalah Prof Dr Bahrullah Akbar yang dalam web BPK tercatat sebagai Anggota V BPK RI.

Merujuk keputusan rapat internal Komisi XI DPR pada akhir Juni lalu, Komisi XI menyampaikan ada 16 calon anggota BPK yang lolos dan akan mengikuti tes fit and proper test.

Ke-16 calon anggota BPK RI itu adalah Dadang Suwarna, Dori Santosa, Encang Hermawan, Kristiawanto, Shohibul Imam, Nyoman Adhi Suryadnyana, R. Hari Pramudiono, dan Muhammad Komarudin. Selanjutnya Nelson Humiras Halomoan, Widiarto, Muhammad Syarkawi Rauf, Teuku Surya Darma, Harry Zacharias Soeratin, Blucer Welington Rajagukguk, Laode Nusriadi, dan Mulyadi.

Belakangan dari ke-16 nama tersebut, ada dua calon yang dinilai publik tidak layak mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR. Penilaian ini juga menjadi bahan kesimpulan Badan Keahlian DPR yang mengeluarkan kajian pendalaman terhadap persyaratan calon Anggota BPK berdasarkan UU No 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 13 huruf J.

Hasil dari kajian tersebut menyimpulkan dua nama calon yaitu Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 sehingga tidak dapat mengikuti tahapan atau proses pemilihan Anggota BPK selanjutnya.[prs]

  • Bagikan