Ketua KPK : Inilah Sebabnya Anies Baswedan Harus Di Periksa Terkait Korupsi pengadaan Tanah Rumah Dp 0 Persen

  • Bagikan
Ketua KPK : Inilah Sebabnya Anies Baswedan Harus Di Periksa Terkait Korupsi pengadaan Tanah Rumah Dp 0 Persen
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Salah satu perkara dugaan korupsi yang bergulir di KPK yaitu terkait pengadaan tanah di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur pada tahun 2019 mendapatkan sorotan. Terlebih yang terbaru Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan keterangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan penting untuk didengarkan.

Awalnya perkara ini belum disorot publik karena memang KPK di masa kepemimpinan Firli Bahuri memiliki kebijakan baru yaitu tidak akan mengumumkan siapa tersangka yang dijerat apabila belum ditangkap atau ditahan. Namun pada awal Maret 2021, detikcom mendapatkan dokumen resmi berupa Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik sudah diteken pada 24 Februari 2021.

Tercantum sejumlah nama sebagai tersangka yaitu Yoory Corneles, Anja Runtuwene, dan Tommy Adrian. Ada satu lagi yang dijerat sebagai tersangka yaitu korporasi atas nama PT Adonara Propertindo.

Identitas tersangka yang disebutkan jelas yaitu Yoory Corneles sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya. Tertera pula perkara yang tengah diusut yaitu terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur pada tahun 2019.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor).

Saat itu Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengamini bila KPK saat ini sudah melakukan penyidikan terhadap kasus itu. Namun Ali belum membeberkan dengan detail.

“Benar, setelah ditemukan adanya dua bukti permulaan yang cukup, saat ini KPK sedang melakukan kegiatan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019,” kata Ali.

“Saat ini, kami belum dapat menyampaikan detail kasus dan tersangkanya karena sebagaimana telah disampaikan bahwa kebijakan KPK terkait hal ini adalah pengumuman tersangka akan dilakukan saat penangkapan atau penahanan para tersangka telah dilakukan. Saat ini tim Penyidik KPK masih menyelesaikannya tugasnya lebih dahulu,” imbuhnya.

Anies Copot Yoory Pinontoan
Meski kala itu KPK belum mengumumkan secara resmi, Anies Baswedan mengambil keputusan menonaktifkan Yoory melalui Kepgub Nomor 212 Tahun 2021 tentang Penonaktifan Direktur Utama dan Pengangkatan Direktur Pengembangan Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

“Pak Gubernur saat itu langsung mengambil keputusan untuk menon-aktifkan yang bersangkutan. Atas kasus tersebut, Yoory akan mengikuti proses hukum dengan menganut asas praduga tak bersalah,” kata Sekretaris BUMD Riyadi melalui keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).

Riyadi menjelaskan pencopotan Yoory sebagai dirut berlaku sejak Jumat (5/3/2021) lalu. Sementara ini, Anies menunjuk Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra Sukmono Arharrys sebagai Pelaksana tugas (Plt) PD Sarana Jaya. Penunjukan ini berlaku selama tiga bulan.

Sementara itu Perumda Sarana Jaya mengaku menghormati proses hukum. Yoory sendiri saat dimintai konfirmasi belum memberikan respons.

“Yang pasti saat ini Perumda Sarana Jaya akan terus mengikuti dan menghormati proses yang dilakukan oleh pihak berwajib (KPK),” kata Humas PD Sarana Jaya, Yulianita Rianti, melalui pesan singkat, Senin (8/3/2021).

KPK Resmi Umumkan Tersangka

Memakan waktu sekitar 2 bulan untuk KPK kemudian mengumumkan kasus ini ke publik. Tepatnya pada 27 Mei 2021 KPK mengumumkan penetapan sejumlah tersangka. KPK menduga pengadaan tanah di Munjul, Cipayung, Jakarta Timur pada 2019 oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya diselimuti korupsi.

Saat itu Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebutkan ada 3 tersangka personal dan 1 tersangka korporasi, yaitu:

1. Yoory Corneles Pinontoan sebagai Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya;
2. Anja Runtuwene selaku Wakil Direktur PT Adonara Propertindo;
3. Tommy Adrian selaku Direktur PT Adonara Propertindo; dan
4. PT Adonara Propertindo selaku korporasi.

Negara Rugi Rp 152 Miliar

Ghufron menyebutkan perbuatan para tersangka itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar Rp 152,5 miliar. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Mendampingi Ghufron kala itu, Plh Deputi Penindakan KPK Setyo Budiyanto membeberkan konstruksi kasusnya. Perumda Pembangunan Sarana Jaya adalah badan usaha milik daerah Provinsi DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.

“Adapun bentuk kegiatan usahanya antara lain adalah mencari tanah di wilayah Jakarta yang nantinya akan dijadikan unit bisnis ataupun sebagai bank tanah,” kata Setyo.

Dia menyebut salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya dalam hal pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan. Pada 8 April 2019 disepakati dilakukan penandatanganan pengikatan akta perjanjian jual-beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor PDPSJ antara pihak pembeli, yaitu Yoory Corneles Pinontoan; dan pihak penjual, yaitu Anja Runtuwene selaku Wakil Direktur PT Adonara Propertindo.

“Selanjutnya masih di waktu yang sama langsung dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar Rp 108,9 miliar yang dikirimkan ke rekening bank milik AR pada Bank DKI,” ucapnya.

Selang beberapa waktu kemudian atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja sekitar sejumlah Rp 43,5 miliar. Untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul tersebut diduga dilakukan secara melawan hukum.

Berikut ini dugaan melawan hukum dalam pengadaan tanah di Munjul:

1. Tidak adanya tagihan kelayakan terhadap objek tanah
2. Tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait
3. Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai dengan SOP serta adanya dokumen yang disusun secara back date
4. Adanya kesepakatan harga awal antara pihak AR dengan PDPSJ sebelum proses negosiasi dilakukan

Dalam perkembangannya KPK menjerat seorang tersangka lain yaitu Rudy Hartono Iskandar selaku Direktur PT ABAM (Aldira Berkah Abadi Makmur). Dia dijerat sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan pada 28 Mei 2021 yang diumumkan kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pada Senin, 14 Juni 2021.

Keterangan Anies Diperlukan

Terbaru pada Senin, 12 Juli 2021, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan perlunya keterangan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta dalam perkara ini. Menurut Firli, Anies memahami penyusunan APBD DKI yang diduga digunakan untuk pengadaan lahan yang diduga dikorupsi itu.

“Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI, tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga koleganya di DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang,” kata Firli kepada detikcom, Senin (12/7/2021).

Firli mengatakan KPK akan mengungkap semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini. KPK, kata Firli, tak akan pandang bulu dalam memberantas korupsi di Indonesia.

“Kita akan ungkap semua pihak yang diduga terlibat baik dari kalangan legislatif dan eksekutif. Anggaran pengadaan lahan sangat besar kerugian negaranya. Jadi siapapun pelakunya yang terlibat, dengan bukti yang cukup, kami tidak akan pandang bulu karena itu prinsip kerja KPK,” jelas Firli.(ilm)

“Setelah kami melakukan proses penyelidikan, penyidikan, dan kami menemukan bukti permulaan yang cukup. KPK menetapkan peningkatan status perkara ini ke penyidikan sejak tanggal 24 Februari 2021 dengan menetapkan 4 tersangka,” kata Ghufron kala itu.(ilm)

  • Bagikan