JPU Tak Ajukan Kasasi Terkait Pinangki, Suparji  Ahmad: Harus Progresif

  • Bagikan
KPK
Pakar Hukum Suparji Ahmad/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menilai bahwa langkah JPU yang tidak mengajukan kasasi atas vonis Pinangki dapat dimaklumi , namun juga perlu progresif. Sebab, vonis Pengadilan Tinggi sudah sesuai dengan tuntutan JPU ketika di Pengadilan Negeri.Pada sisi lain putusan Pengadilan Tipikor lebih berat dari putusan Banding

“Dapat dimaklumi ketika JPU tidak mengajukan kasasi atas Pinangki, karena vonis Pengadikan Tinggi sesuai dengan tuntutan JPU yaitu meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.,” kata Suparji dalam keterangan persnya, Selasa (6/7/2021).

Kemudian majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana sekaligus dalam perkara pengurusan fatwa bebas MA untuk terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra. Majelis hakim pun menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta kepada Pinangki.

Pinangki kemudian melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki selama 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Jika mendasarkan pada tuntutan dan pasal 253 Ayat (1) KUHAP, JPU tidak mengajukan kasasi. Berbeda bila vonis Pengadilan Tinggi lebih rendah dari tuntutan.

“Bila demikian, kemungkinan besar JPU akan mengajukan kasasi. Karena sesuai dengan pasal di atas, pihak yang tidak puas dengan vonis bisa melakukan upaya hukum selanjutnnya,” ucapnya.

Namun demikian, JPU perlu progresif dengan menyelami putusan Pengadilan Tipikor  vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta dan mendasarkan pada Pengadilan Banding yang tidak menguatkan putusan pengadilan Tipikor.

Pada sisi lain, yang perlu digaris bawahi menurut Suparji adalah soal tuntutan JPU. Ia menyebut, ke depan Penuntut Umum harus lebih tegas dalam memberikan tuntutan terhadap terdakwa kasus korupsi. Tuntutan harus bisa menjerakan kepada pelaku dan mencegah terulangnya tindak pidana.

“Terlebih jika korupsi dilakukan oleh penegak hukum. Tuntutannya harus memperhatikan rasa keadilan bagi negara dan masyarakat. Jangan sampai penegak hukum terkesan lembek jika pelaku korupsi dari penegak hukum sendiri,” pungkasnya.[prs]

  • Bagikan