Rencana Sembako Diberi Pajak, PKS: Kebijakan Tidak Pancasilais

  • Bagikan
ambang
Presiden PKS Ahmad Syaikhu/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menilai wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada bahan pokok atau sembako adalah kebijakan yang tidak Pancasilais dan menyengsarakan rakyat. Terlebih saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19 yang mana perekonomian juga turut terdampak.

“Ini kebijakan yang tidak Pancasilais, karena mencederai rasa keadilan. Dalam kondisi pandemi seperti ini dapat semakin menyengsarakan rakyat,” kata Syaiku dalam keterangan tertulis, Jumat (11/6/2021).

Syaikhu menyebut arah kebijakan pajak di Indonesia semakin memperbesar ketimpangan ekonomi antara masyarakat kaya dan miskin. Pasalnya, sebelum nya pemerintah mengeluarkan kebijakan gratis pajak bagi mobil baru.

“Ini keadilannya di mana jika benar bahwa sembako akan dipajaki? Di saat yang sama, pengemplang pajak diampuni dengan tax amnesty, pajak korporasi diringankan, dan pajak mobil mewah dibebaskan?”

Syaikhu meminta pemerintah berempati dengan kondisi yang menghimpit rakyat. Dalam situasi resesi seperti saat ini, kata Syaikhu, insentif pajak untuk masyarakat menengah bawah diprioritaskan.

“Kami di PKS mengusulkan agar pajak penghasilan masyarakat berpendapatan kurang dari Rp8 juta dihapuskan. Dan pajak sepeda motor cc kecil juga ditiadakan. Ini akan sangat membantu kelompok masyarakat bawah,” ujarnya.

Syaikhu juga mengingatkan pemerintah agar mengkaji secara komprehensif dampak dan risiko kebijakan pajak sembako sebelum diwacanakan ke publik dan diajukan ke DPR RI.

“Harus dikaji betul dampak dari kebijakan tersebut sebelum dilemparkan ke publik dan DPR RI. Karena ini akan sangat mempengaruhi kredibilitas dan trust publik ke pada pemerintah,” tuturnya.

Pemerintah akan mengenakan PPN terhadap barang kebutuhan pokok. Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dalam draf aturan itu, barang kebutuhan pokok dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN. Artinya, barang pokok akan dikenakan PPN.

Barang pokok yang tidak dikenakan PPN sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017. Barang pokok yang dimaksud, seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.[prs]

  • Bagikan