Pengurungan Hukuman Jaksa Pinangki, Gejala Lemahnya Komitmen Pemberantasan Korupsi di Indonesia

  • Bagikan
Pengurungan Hukuman Jaksa Pinangki, Gejala Lemahnya Komitmen Pemberantasan Korupsi di Indonesia
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Pengurangan masa hukuman Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara terus menuai kritik. Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki menilai hal itu sebagai salah satu gejala melemahnya komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Ini gejala melemahnya komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini satu pazzle saja ya, satu bagian dari bagian-bagian lainnya yang menunjukkan pemerintah kita, termasuk dengan seluruh institusi negara, pemerintah kita memang sedang berjalan mundur terhadap korupsi,” kata Suparman pada diskusi virtual di chanel youtube Sahabat ICW, Minggu (27/6/2021).

Suparman mengaku sangat terganggu dengan pemotongan hukuman yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta terhadap Pinangki. Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Pinangki dengan pidana penjara selama 10 tahun.

“Saya sebagai orang yang pernah dekat dengan urusan ini sangat tenganggu perasaan saya, pikiran saya dengan ini ya. Dan saya melihatnya bukan suatu yang layak dihormati,” ujarnya.

Bahkan secar spesifik, Suparman menilai kesalahan dalam penanganan kasus Pinangki sudah terjadi sejak awal. Dimulai dari kasus suap yang menyeret pengusaha Djoko Tjandra selaku pemberi suap kepada Pinangki malah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Nah terhadap kasus Pinangki ini, sejak awal kasus ini sudah salah penanganan. Konflik kepentinganya ini tidak dilihat sebagai masalah. Dulu saya dan sebagian besar orang berharap ini tidak ditangani Kejaksaan, tapi ditangani oleh institusi lebih independen,” katanya.

Menurutnya, sudah seharusnya kasus ini sejak awal ditangani lembaga yang independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat Pinangki merupakan bagian dari Kejagung.

“Oleh KPK lah yang paling tepat, sekalipun mungkin kondisi KPK tidak seperti kita harapkan. Tapi paling tidak secara institusional langkahnya sudah benarlah diambil oleh KPK,” tuturnya.

“Apakah itu diambil, atau diserahkan oleh kejaksaan. Itu kalau punya itikad untuk clear menangani perkara ini bukan ditangani kejaksaan. Dari situ saja terlihat penangan perkara ini sudah salah kaprah,” lanjutnya.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memutuskan vonis 4 tahun atas banding yang diajukan terdakwa pidana korupsi Pinangki Sirna Malasari. Putusan itu dibuat majelis hakim yang diketuai Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lataf Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.

“Menyatakan terdakwa Pinangki tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan,” tulis putusan banding.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp600 juta,” tulis putusan tersebut.

Dalam putusan banding itu juga dijelaskan alasan hakim menyunat vonis Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Pertama, Pinangki dianggap telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta ikhlas telah dipecat dari profesinya sebagai jaksa. Diharapkan, dia akan berperilaku sebagai warga yang baik. Kemudian, Pinangki mempunyai seorang balita berusia 4 tahun yang masih membutuhkan sosok ibu kandung.

Selanjutnya, Pinangki sebagai perempuan harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Alasan lainnya adalah perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini.

Terakhir, alasan hakim menyunat vonis Pinangki karena tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.[prs]

  • Bagikan