Pakar Hukum: Sanksi Pidana untuk Advokat di RKUHP Perlu Ditinjau Ulang

hukuman

Realitarakyat.com – Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menanggapi polemik pemidanaan bagi advokat yang tercantum dalam Pasal 282 dan Pasal 515 draf RUU KUHP. Ia menegaskan bahwa pasal tersebut perlu dikaji ulang baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

“Dari segi filosofis, urgensi aturan ini perlu didalami lebih jauh. Apakah memang marak terjadi praktek kecurangan oleh advokat yang merugikan pihak lain? Ini perlu ada data yang konkrit dan eksplisit,” katanya dalam keterangan persnya, Selasa (22/6/2021).

Ia juga menyebutkan bahwa secara Yuridis, pasal ini cenderung bertentangan dengan UU yang mengatur advokat yakni Pasal 15 UU 18/2003. Sebab, dalam pasal tersebut menekankan bahwa advokat bebas dalam membela perkara kliennya sepanjang berpegang pada kode etik profesi.

“Sedangkan dalam pasal 16 di Undang-undang yang sama menyebutkan bahwa advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan,” terangnya.

Sedangkan secara sosiologis, harus memperhatikan fenomena penegakan hukum secara umum dan tidak diskriminatif. Misalnya, kata dia, perlu adanya sanksi atau ancaman bagi pihak kepolisian yang melakukan salah tangkap.

“Karena selama ini belum terdengar ada polisi yang diberi sanksi hukuman atas perbuatan salah tangkap. Padahal ini banyak terjadi,” tuturnya.

Suparji menilai, definisi “curang” dalam pasal 282 huruf a cenderung multitafsir. Karena bersepakat dengan lawan klien dikategorikan perbuatan curang.

“Padahal Kejaksaan sendiri sedang menggaungkan penyelesaian secara restorative justice. Proses tersebut tentu melibatkan pengacara dari dua belah pihak. Jika ini dianggap curang, saya kira cukup berbahaya,” tukasnya.[prs]