Komite IV DPD RI Minta BI Genjot Pemulihan Ekonomi Lewat Kebijakan Moneter

  • Bagikan
Komite IV DPD RI Minta BI Genjot Pemulihan Ekonomi Lewat Kebijakan Moneter
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Genjot Pemulihan Ekonomi Nasional Bank Indonesia (BI) diminta fokus kebijakan moneter yang mendukung mobilitas, konektivitas dan produktivitas ekonomi. Hal ini tertuang pada Rapat Kerja Gabungan Komite IV DPD RI bersama Tim Anggaran Komite I, II, dan III DPD RI dengan Gubernur BI dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022.

Rapat Kerja Gabungan ini dilaksanakan Komite IV DPD RI dengan metode kombinasi fisik dan virtual, di Gedung DPD RI Komplek Parlemen MPR/DPR/DPD RI Senayan Jakarta, Senin (21/6/21).

Komite IV DPD RI melihat Arah Kebijakan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2022 difokuskan pada pemulihan ekonomi dan melaksanakan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Reformasi struktural diarahkan pada penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan transformasi ekonomi. Transformasi ekonomi dilakukan melalui pembangunan infrastruktur untuk mendukung mobilitas, konektivitas dan produktivitas ekonomi.

“BI diharapkan agar tetap berkomitmen untuk mengerahkan seluruh instrument bauran kebijakan moneter, makroprudensial untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, penting bagi BI untuk selalu berkoordinasi dengan seluruh pemangku kebijakan, di antaranya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK),” ungkap Wakil Ketua Komite IV DPD RI Casytha A Kathmandu.

Seperti diketahui, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan tahun 2022 dengan beberapa indikator yang disepakati antara lain pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 berada di angka 5,2 – 5,8 persen. Kemudian inflasi berada di angka 2 – 4 persen. Tingkat suku bunga SBN 10 tahun di rentang 6,32 – 7,27 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di rentang Rp13.900 – Rp14.800 per USD. Kemudian Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di angka 5,5 – 6,3 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan di angka 8,5 – 9,0 persen.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Elviana melanjutkan, penguatan koordinasi fiskal dan moneter juga perlu terus ditingkatkan, diantaranya dengan terus bersinergi dengan perbankan dan institusi lainnya serta pendalaman pasar keuangan agar mempercepat dan memperkuat stabilitas sistem keuangan, transmisi kebijakan di sektor keuangan dan sektor riil serta pembiayaan pembangunan termasuk infrastuktur.

“Masalah KUR meningkat tajam, dana banyak di bank tapi permintaan kredit turun. Kebijakan moneter dari BI diperlukan dengan target-target dan asumsi tahun 2022. Kita mendukung Satu Data oleh BPS ini terkait data UMKM. Diperlukan kerja keras dari BI dan BPS untuk mencapai target-target tersebut,” lanjut Senator asal Jambi itu.

Sedangkan Wakil Ketua Komite IV Novita Anakotta menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah bervariasi menurut sensus BPS. Oleh karena itu, perlu kebijakan moneter dari BI untuk menekan inflasi dan stabilitas harga.

“Menurut data BPS pertumbuhan ekonomi di daerah bervariasi, selain itu bagaimana peran BI dalam peningkatan inflasi yang tinggi perlu Langkah kebijakan moneter dan stabilitas harga untuk mencapai target yang ditetapkan,” jelas Novita.

Pada triwulan I 2021, perbaikan ekonomi kembali terlihat dengan kontraksi yang lebih rendah dari triwulan IV 2020 dan akan berlanjut pada triwulan berikutnya sehingga mencapai 4,1-5,1 persen untuk keseluruhan tahun 2021. Pertumbuhan ekonomi akan terus meningkat mencapai 5,0-5,5 persen pada 2022 didukung oleh kenaikan ekspor karena perbaikan ekonomi global, kenaikan konsumsi dan investasi sejalan dengan kemajuan vaksinasi dan implementasi UU Cipta Kerja.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo seluruh instrumen bauran kebijakan Bank Indonesia – moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran – diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan KSSK.

“Kebijakan moneter harus melihat pengaruh peran ekonomi global dan domestik, relaksasi kebijakan 2 makroprudensial, digitalisasi sistem 3 pembayaran, dan mengembangkan umkm, ekonomi dan keuangan syariah, pendalaman pasar keuangan, dengan berkoordinasi bersama pemerintah dan institusi lain,” ujar Perry.

Sependapat dengan itu, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto berharap dukungan sinergi dalam penyelanggaraan Satu Data Indonesia (SDI). Peran BPS sebagai Pembina Data melakukan pembinaan penyelenggaraan Satu Data Indonesia sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

“Perpres 39 Tahun 2019 Tentang SDI secara tegas membagi peran tentang produsen data, walidata, dewan pengarah. Semua aktor memiliki tugas dan peran yang sama pentingnya. Termasuk juga di dalamnya pengaturan peran bagi Diskominfo dan Bappeda Provinsi,” kata Suhariyanto. (ilm)

  • Bagikan