SKB 3 Menteri Dicabut, Syaiful Huda Minta Pemda Tidak Euforia Buat Kebijakan Intoleran

Realitarakyat.com – Mahkamah Agung (MA) menetapkan jika surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri, yakni Mendikbud, Menag, dan Mendagri terkait seragam dan atribut sekolah dicabut.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda mengatakan, pihaknya sangat menghormati keputusan tersebut.

“Kita hargai kita hormati keputusan MA yang mencabut SKB Mendikbud, Menag, dan Mendagri, itu kita hormati sebagai keputusan dan untuk selanjutnya kita minta SKB 3 Menteri itu secepatnya ditembuskan ke 3 Kementerian, 3 kementerian supaya secepatnya bisa konsolidasi,” kata dia saat dikontak, beberapa saat tadi, Jumat (7/5/2021).

Sejatinya, lanjut Syaiful Huda, SKB 3 Menteri itu diciptakan guna menjaga keragaman dan mempertahankan kebangsaan di lingkungan sekolah, sehingga tidak terjadi ruang diskriminasi di sekolah terhadap siswa dan siswi.

“Saat yang sama kita perlu hargai motivasi, terkait lahirnya SKB 3 menteri yang semangatnya sebetulnya ingin keragaman, ingin menjaga suasana mempertahankan kebangsaan kita, terutama di dunia pendidikan supaya tidak terjadi ruang diskriminasi karena kadang sekolah atau Pemda mengambil kebijakan yang agak tidak menghargai ruang keragaman dan toleransi itu,” terangnya.

Syaiful mewanti-wanti pemda untuk tidak menjadikan keputusan MA tersebut sebagai euforia untuk membuat kebijakan intoleran.

“Karena itu, kita imbau kepada pemda masing-masing untuk menjadikan sekolah sebagai area zona yang anti diskriminasi khususnya terkait penggunaan dan pemakaian seragam sekolah anak kita. Karena memang mereka yang punya kewenangan yang diatur dalam UU nomor 23 soal Pemda. Jadi kejadian ini jangan sampai menjadi euforia malah Pemda berlomba lomba keluarkan kebijakan yang malah kontradiktif bagi penjagaan kita terhadap keragaman yang ada di Indonesia,” terangnya.

Ke depan, lanjut politisi PKB ini, Kemendagri harus bisa memberikan surat edaran kepada para kepala daerah agar tidak menggunakan kewenangannya terkait seragam sekolah untuk menodai keberagaman. Bahkan, Syaiful menyebut Kemendagri juga berwenang untuk mengevaluasi setiap perda-perda yang kontradiktif dengan tujuan keragaman tersebut.

“Saya kira ke depannya saya nggak tahu solusi operasional seperti apa, mungkin Kemendagri bisa buat surat edaran yang sifatnya Pemda tidak boleh menggunakan kewenangan untuk menodai keberagaman terkait peraturan seragam sekolah,” jelasnya.

“Kita sudah sepakat meletakkan lembaga pendidikan sebagai ruang mengajari anak soal toleransi, keberagaman, kebersamaan, dan penghargaan terhadap kebersamaan. Sampai nanti duduk bersama lah kira-kira begitu, difasilitasi Kemendagri supaya kira-kira ketika ada kebijakan yang sifatnya diskriminatif yang dikeluarkan Pemda itu bisa dievaluasi dan digugurkan oleh Kemendagri, sebagaimana perda, Kemendagri itu ada kewenangan bisa evaluasi,” demikian Syaiful Huda.

Mahkamah Agung (MA) sebelumnya memerintahkan pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Agama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Perkara Nomor 17 P/HUM/2021 itu diketok pada 3 Mei 2021. Duduk sebagai ketua majelis Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Agama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Perkara Nomor 17 P/HUM/2021 itu diketok pada 3 Mei 2021. Duduk sebagai ketua majelis Yulius dengan anggota Is Sudaryono dan Irfan Fachruddin. Berikut ini amar putusan yang disampaikan juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, Jumat (7/5/2021):

1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari pemohon: Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat tersebut;
2. Menyatakan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tanggal 3 Februari 2021 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 3, dan Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan karenanya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Memerintahkan kepada Termohon I, Termohon II, dan Termohon III untuk mencabut Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tanggal 3 Februari 2021;
4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia mencantumkan petikan putusan ini dalam Berita Negara dan dipublikasikan atas biaya Negara;
5. Menghukum Termohon I, Termohon II, dan Termohon III untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);[prs]