Pukat UGM: Pertanyaan Bersedia Lepas Jilbab ke Pegawai KPK saat TWK Langgar HAM

remisi

Realitarakyat.com – Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai pertanyaan ‘bersedia lepas jilbab’ yang ditanyakan kepada pegawai perempuan KPK saat tes alih status ke ASN melanggar HAM. Pukat UGM juga menilai tak ada kaitan memakai atau melepas jilbab dengan kerja memberantas korupsi.

“Menggunakan jilbab atau tidak itu merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi, yang tidak dapat dipaksakan oleh siapa pun, termasuk institusi tempat bekerja. Jadi, menurut saya, pertanyaan mengenai bersediakah lepas jilbab atau tidak telah melanggar prinsip dasar yang dijamin dalam konstitusi, yaitu hak beragama,” ucap peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, Sabtu (8/5/2021).

Dia menilai pertanyaan tersebut tak layak dan mencerminkan sempitnya wawasan kebangsaan pembuat soal tes ASN untuk pegawai KPK tersebut. Dia menilai pertanyaan itu juga bentuk diskriminasi negara.

“Itu satu pertanyaan yang sangat tidak layak ditanyakan dan justru pertanyaan itu sendiri telah mencerminkan sempitnya wawasan kebangsaan si pembuat soal. Jika tes wawasan kebangsaan dengan pertanyaan bersedia lepas jilbab atau tidak menjadi dasar memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat alih status dari pegawai KPK jadi ASN itu telah terjadi diskriminasi dalam pekerjaan oleh negara berdasarkan pandangan keagamaan seseorang,” ucapnya.

Zaenur juga menilai pertanyaan itu sangat tidak berhubungan dengan tugas dan fungsi pegawai KPK. Dia menyebut tak ada hubungan profesionalitas seseorang dengan pakaian yang digunakan.

“Pertanyaan lepas jilbab atau tidak sangat tidak berkorelasi dengan tugas dan fungsi pegawai KPK,” ucapnya.

Dia kemudian mengungkit ada pihak yang mau mengaitkan pertanyaan bersedia melepas jilbab itu dengan tugas penyamaran yang harus dilakukan pegawai KPK. Menurutnya, hal tersebut juga tidak tepat.

“Ada narasi yang disampaikan beberapa pihak, jangan-jangan maksudnya itu ketika melakukan penyamaran. Bukan. Pertanyaan ini bukan bagaimana teknis melakukan penyelidikan atau penyidikan perkara. Teknik seperti menyamar itu sudah tak perlu diajarkan lagi oleh orang lain. Di KPK itu sudah diajarkan sejak awal ketika para pegawai KPK akan ditempatkan dalam pos masing-masing,” tuturnya.

Zaenur mengatakan pertanyaan itu bukan ditujukan terkait tugas penyamaran oleh pegawai KPK. Menurutnya, pertanyaan itu ditujukan untuk membenturkan pandangan keagamaan pribadi dengan kebinekaan dan tugas institusi.

“Dalam konteks itu tentu tidak lagi ditanyakan apakah seorang pegawai KPK itu bersedia berkorban atau tidak, apakah sesuai dengan keyakinannya atau tidak. Pegawai KPK itu dibekali kemampuan mengumpulkan informasi seperti penyamaran. Jadi konteks pertanyaan bersedia lepas jilbab itu bukan terkait penyamaran. Ini adalah upaya membenturkan pandangan keagamaan, pandangan pribadi dengan seakan-akan dibenturkan dengan kebinekaan dan tugas institusi. Dan itu sangat tidak bertanggung jawab,” ucapnya.[prs]