Kata Saleh, Laporan Risma ke KPK Bukti Data Kemiskinan Indonesia Masih Bermasalah

  • Bagikan
dpr
Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay. //NET
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini melaporkan ke KPK soal adanya 21 juta data ganda penerima bantuan sosial (Bansos).

Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay mendukung langkah Risma. Menurutnya, itu adalah bukti bahwa data kemiskinan memang masih bermasalah.

“Ini adalah bukti terbaru. Tidak tanggung-tanggung, ada 21 juta data bansos yang salah. Ini tidak bisa didiamkan. Betul datanya sudah ditidurkan. Tetapi proses pendataan sehingga bisa salah seperti itu harus diperiksa,” kata Saleh Daulay, Minggu (2/5/2021).

“Apakah dalam pemberian bansos sebelumnya ke-21 juta data itu masih menerima? Lalu, kenapa dengan mudah dilaporkan dan ditidurkan? Siapa penanggung jawab pendataannya?” lanjutnya.

Dia melanjutkan, sewaktu Khofifah Indar Parawansa masih menjadi Mensos, sudah ada program satu pintu data kemiskinan. Yaitu, data yang diolah oleh Kemsos.

Lalu sekarang, ada yang disebut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pihaknya pun kini jadi bertanya lagi mengenai perbedaan data kemiskinan dan DTKS.

“Apa ini bukan bagian dari verifikasi data yang sudah divalidasi? Kenapa kok sekarang ada menteri baru yang menyebut ada 21 juta data yang salah?” urainya.

Ketua Fraksi PAN di DPR itu menilai problem kesalahan data ini tidak bisa begitu saja dibiarkan. Pasalnya, ada banyak konsekuensinya. Termasuk akan banyak yang mempertanyakan data yang dipakai dalam pemberian bantuan sosial yang berjalan saat ini.

“Katakanlah, misalnya, pemberian bantuan PKH. Begitu juga pendataan bagi KIS atau BPJS Kesehatan dari data PBI, dan program bantuan sosial lainnya. Data mana yang dipakai? Apakah ini tidak menjadi bagian dari kesalahan data tersebut?” kata Saleh.

Lebih jauh, Saleh menyatakan pihaknya merasa heran dengan masih adanya kesalahan data. PAN sudah mengikuti soal pendataan ini sejak 2017.

“Saya sudah mengikuti soal pendataan ini sejak 2017. Mestinya semakin ke sini, pendataannya semakin bagus, kok ini malah makin tidak jelas. 21 juta data itu tidak sedikit. Memverifikasinya pasti tidak mudah. Apalagi, kalau data yang dimaksud itu disortir berdasarkan by name by address,” tandas Saleh.[prs]

  • Bagikan