Atasi Utang PLN Menumpuk, Legislator Golkar Sarankan PLN Lakukan Efisiensi secara Masif

  • Bagikan
baleg
Anggota Baleg Lamhot Sinaga/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN tercatat memiliki utang sebesar Rp649,2 triliun pada akhir 2020. Jumlah tersebut terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp499,58 triliun dan utang jangka pendek Rp149,65 triliun.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi VI DPR RI, Lamhot Sinaga mengatakan, jika masalah hutang tersebut bisa terselesaikan dengan konsep efisiensi dan digitalisasi.

“Sebenarnya masalah utang bisa selesai jika dengan efisiensi dan digitalisasi dari PLN sendiri,” kata Lamhot kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (25/5/2021).

Lamhot mengungkapkan, efisiensi dapat dilakukan dengan mengurangi pengeluaran substansif yang dikeluarkan oleh PLN. Dengan begitu tingkat kebocoran listrik juga dapat teratasi.

“Salah satu program efisiensi masif itu adalah dengan melakukan digitalisasi pencatatan meteran, sebab banyak komponen yg bisa dihemat dari digitalisasi tersebut. Selain itu tingkat kebocoran listrik juga akan bisa teratasi,” ungkapnya.

Politikus Golkar ini mengatakan, digitalisasi juga bisa meminimalisir utang PLN. Apalagi, di tengah era digital ini, PLN terlihat masih tertinggal dengan negara lain dalam konsep penanganan kelistrikan.

“Kan banyak tuh cara efisiensinya, bisa kurangi tuh konsep pencatatan meteran listrik, penggantian alat meteran dan masih banyak lagi,” jelasnya

“PLN itu sangat kurang dalam digitalisasi, padahal dengan digitalisasi BUMN ini bisa lebih maju dan menekan pengeluaran yang selalu menjadi penyebab munculnya utang,” tambah Lamhot.

Diketahui, PT PLN tercatat memiliki utang sebesar Rp649,2 triliun pada akhir 2020. Jumlah tersebut terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp499,58 triliun dan utang jangka pendek Rp149,65 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan PLN, utang jangka panjang PLN didominasi oleh obligasi dan sukuk sebesar Rp192,8 triliun, utang bank sebesar Rp154,48 triliun, utang imbalan kerja Rp54,6 triliun, liabilitas pajak tangguhan Rp31,7 triliun, dan penerusan pinjaman Rp35,61 triliun.

Kemudian, ada pendapatan ditangguhkan Rp5,6 triliun, utang sewa Rp14 triliun, utang kepada pemerintah dan lembaga keuangan non bank Rp3,6 triliun, utang listrik swasta Rp6 triliun, utang KIK-EBA Rp655 miliar, utang pihak berelasi Rp9,4 miliar, dan utang lain-lain Rp182 miliar.

Sementara utang jangka pendek didominasi utang pihak ketiga Rp30,6 triliun, utang bank Rp18,8 triliun, utang obligasi dan sukuk Rp14,9 triliun, hingga uang jaminan langganan Rp14,8 triliun.

Meski demikian, jika dibandingkan periode sama 2019 yang mencapai Rp655,67 triliun, posisi utang PLN relatif berkurang. Pada tahun sebelumnya, utang jangka panjang mencapai Rp496,37 triliun sementara utang jangka pendek sebesar Rp159,29 triliun.[prs]

 

  • Bagikan