Akademisi: Polisi dan Jaksa Keliru Terapkan Hukum di Kasus TPPO Venesia

  • Bagikan
Akademisi: Polisi dan Jaksa Keliru Terapkan Hukum di Kasus TPPO Venesia
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Persidangan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) Venesia akan segera bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang. Polisi dan Jaksa hanya menerpakan UU TPPO dalam peristiwa tersebut. Padahal saat itu masih dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM), Halimah Humayrah Tuanaya, mengatakan, peristiwa yang terjadi di Venesia BSD, dilakukan pada saat PSBB. Semestinya, kata Halimah, penyidik melakukan penyidikan atas dua tindak pidana. Yakni tindak pidana TPPO dan Kekarantinaan Kesehatan.

“Tindakan penyidik yang hanya melakukan penyidikan tindak pidana TPPO, merupakan kekeliruan dalam menerapkan hukum. Kekeliruan juga tidak hanya dilakukan penyidik, tetapi juga oleh penuntut umum,” ujar Halimah, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Realitarakyat.com. Selasa (18/5/2021).

Sebab, menurut Halimah, pada saat prapenuntutan, penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan petunjuk kepada penyidik terkait penyidikan suatu peristiwa pidana, termasuk jika penuntut umum berpendapat bahwa ada dua pasal berlapis yang dapat disangkakan dan didakwakan kepada pelaku tindak pidana. “Disitulah letak kesalahan penuntut umum,” ujarnya menambahkan.

Menurut dia, pada kasus Venesia, sesuai teori hukum pidana termasuk ke dalam concursus idealis. Yaitu gabungan peristiwa pidana ketika satu perbuatan melanggar beberapa pasal sekaligus.

“Sebagai konsekuensinya, hakim harus mempertimbangan perbuatan pelaku yang telah melanggar beberapa pasal sekaligus itu, dan memutus dengan undang-undang yang ancaman hukumannya paling berat. Dalam kasus Vensia, UU TPPO yang ancaman lebih berat,” katanya.

Dia mengatakan, tidak dicantumkannya UU Kekarantinaan Kesehatan, berakibat dapat meringankankan vonis yang diterima terdakwa.

“Hal ini mengingat biasanya hakim akan memutus terdakwa dengan pidana lebih berat jika hakim mempertimbangkan perbuatan pelaku melanggar dua delik sekaligus dibandingkan dengan hanya melanggar satu delik saja,” kata Halimah lebih lanjut. (ndi)

  • Bagikan