Pandemi Sebabkan Kemiskinan dan Pengangguran, Marwan Demokrat Minta Ruang Fiskal Dioptimalkan

ruu

Realitarakyat.com – Pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian dunia, termasuk Indonesia, menyebabkan lonjakan kemiskinan dan pengangguran. Karenanya, pemerintah sangat butuh untuk mengoptimalkan ruang fiskal.

Demikian disampaikan anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4/2021).

Menurutnya, rencana menutup defisit APBN melalui utang malah akan berdampak negatif dalam jangka panjang. Hal ini juga berarti pemerintah saat ini mewariskan APBN yang tidak sehat kepada pemerintah periode berikutnya.

“Kita semua paham, lonjakan kemiskinan dan pengangguran tahun 2020 terjadi akibat Covid-19. Namun pemerintah mengalokasikan dana yang cukup besar melalui program PEN sebesar Rp. 695,2 triliun. Jadi ruang fiskal pemerintah masih sangat luas sebagai penyangga melonjaknya angka kemiskinan dan pengangguran. Masalahnya, apakah program PEN 2020 mampu menahan laju kenaikan kemiskinan dan penganguran?” kata Marwan.

Data BPS menunjukan, Agustus 2020, jumlah angka pengangguran meningkat 2,67 juta orang menjadi sebesar 9,77 juta orang atau naik dari 5,23 persen menjadi 7,07 persen. Peningkatan jumlah pengangguran juga membuat penduduk miskin mengalami peningkatan, jumlah penduduk miskin naik menjadi 27,55 juta orang pada September 2020, atau kembali kelevel 2 digit sebesar 10,19 persen.

Sementara itu, dari sisi ketimpangan, tingkat  ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh rasio gini adalah sebesar 0,385 per September 2020. Angka ini meningkat 0,005 poin dibandingkan dengan Rasio Gini September 2019 yang sebesar 0,380.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat (FPD) itu menyatakan, banyak program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang tidak fokus dan tidak tepat sasaran. Akibatnya, daya beli masyarakat belum kunjung terangkat.

“Tahun 2021 pemerintah kembali melanjutkan program PEN dengan anggaran  hampir mencapai Rp. 700 triliun atau meningkat 20,56 % dari realisasi anggaran PEN 2020 sebesar Rp 579,78 triliun. Nah, kita berharap pemerintah tetap fokus pada penanggulangan pandemi, diikuti peningkatan kecepatan dan ketepatan bantuan kepada masyarakat terdampak, termasuk peningkatan bantuan kepada dunia usaha,” papar politisi asal Lampung itu.

Ditegaskan, dengan program yang tepat sasaran pemerintah diharapkan dapat menahan laju kenaikan pengangguran yang diproyeksikan akan mencapai 15 juta orang dan tingkat kemiskinan akan naik mencapai 14 persen. Marwan menilai APBN masih bisa diptimalkan karena ruang fiskal pemerintah tahun 2021 masih cukup luas.

“Masalahnya adalah bagaimana menentukan sektor usaha prioritas yang menjadi fokus pemerintah dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Salah satu sektor yang patut menjadi pilihan adalah sektor pertanian yang  mendukung agenda ketahanan pangan,” katanya.

Marwan juga berpesan, pemerintah juga harus menjaga stabilitas harga dan ketersediaan stok barang. Daya beli masyarakat yang turun akan diperparah dengan kelangkaan stok barang sehingga memicu terjadi inflasi.

Kinerja perekonomian Indonesia pada kuartal I 2021 memang diperkirakan masih mengalami kontraksi. Tapi pemerintah masih sangat optimis bahwa sampai akhir tahun 2021 ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5 persen. Secara historis memang selama 7 tahun terakhir ekonomi Indonesia terjebak dalam pada angka 5 persen, dengan permasalahan klasik daya beli  masyarakat yang stagnan dan investasi tidak tumbuh maksimal untuk menciptakan efek pengganda bagi perekonomian.

Sementara itu dari sisi APBN, pemerintah telah melaksanakan kebijakan fiskal ekspansif dengan pelebaran defisit melalui pembiayaan utang yang cukup besar kenaikannya dalam 5 tahun terakhir. Penambahan utang  tidak dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, akibatnya rasio utang pemerintah merangkak naik dari 24,7 persen tahun 2014 menjadi 38 persen tahun 2020. Kondisi ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia telah mengalami masalah dalam pencapain pertumbuhan sebelum terjadinya pandemi Covid 19 yang mulai terjadi pada Maret 2020.

Defisit APBN 2019 hanya mencapai Rp 348,7 triliun atau setara 2,20 persen PDB. Tapi tahun 2020 melambung menjadi Rp 1.039,2 triliun atau sama dengan 6,34 persen dari PDB. Selanjutnya tahun 2021 defisit APBN diproyeksikan 5,70 persen terhadap PDB atau mencapai angka Rp 1.006,4 triliun.

Untuk menutupi defisit APBN pemerintah melakukan pembiayaan melalui utang. Inilah situasi yang bagi Marwan, sama saja dengan mewariskan APBN tidak sehat untuk pemerintahan periode berikutnya.[prs]