Wacana Presiden Tiga Periode, Momentum Semangat Kembali ke UUD’45 Asli

  • Bagikan
Wacana Presiden Tiga Periode, Momentum Semangat Kembali ke UUD'45 Asli
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Direktur Global Future Institute, Hendrajit mengatakan bahwa wacana masa jabatan Presiden tiga periode merupakan sebuah momentum untuk membuka kotak pandora.

Momentum itu, sambung dia, untuk kembali pada semangat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang asli.

“Dalam konteks wacana tiga periode sebenarnya kotak Pandora untuk kita arahkan bukan amandemen kelima tetapi kembali UUD 1945 asli 18 Agustus yaitu Orde Proklamasi,” kata Hendrajit dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Konsolidasi Demokrasi dan Hukum yang Berkeadilan’, di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (25/3/2021).

Ia menekankan, keinginan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli 18 Agustus 45 bukan hanya sekedar membangkitkan romantikanya saja.

“Bukan hanya sekedar romantika kembali ke era orde baru atau era Soekarno, tapi harus ditempatkan kepada spirit dari UUD 1945 asli 18 Agustus,” ujarnya.

Masih dikatakan pengamat geopolitik ini, bila kembali ke UUD 1945 yang asli, maka kecemasan soal rasionalitas dikalahkan suara terbanyak tidak akan terjadi lagi.

Pasalnya, sambung dia, kembalinya semangat orde Proklamasi, sama saja dengan membangkitkan kembali semangat utusan golongan dan daerah.

“Kecemasan yang disampaikan kedua narasumber (Pak Anwar dan Pak Mardani) soal rasionalitas dikalahkan suara terbanyak, ya solusinya ada di kearifan lokal UUD 1945 (asli), dan itu bukan pada konteks orde baru atau orde lama, tetapi pada orde proklamasi,” papar Hendrajit.

Oleh karena itu, kata Hendrajit, wacana masa jabatan tiga periode harus menjadi momentum bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi, bukan hanya menjadi penonton seperti sekarang ini.

“Sehingga yang main tidak oligarki lagi, kartel lagi, kenapa? Karena masyarakat oleh skem corporation base demokration itu, dan yang membuat paling bahaya adalah kolektif demokrasi itu akan berjalan seperti skema kaya sekarang ini dengan asumsi aktor-aktor politik otonom itu tidak ada, atau disingkirkan, kontra skema,” pungkasnya.[prs]

 

  • Bagikan