Status Lahan dan Rendahnya Produktifitas jadi Masalah Utama Kelapa Sawit Rakyat

  • Bagikan
sudin
Ketua Komisi IV DPR Sudin/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyampaikan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang menjadi primadona di Indonesia. Terbukti hanya dalam kurun waktu 30 tahun Indonesia berkembang menjadi penghasil minyak sawit dunia.

“Kelapa sawit tidak hanya menjelma menjadi penyumbang bagi devisa negara dan nilai ekspor yang meningkat, namun juga menjadi penggerak ekonomi rakyat di wilayah tenaga kerja dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan,” papar Sudin saat memimpin Rapat Panja mengenai Pengembangan Sawit Rakyat Komisi IV DPR RI dengan Dirjen Perkebunan dan Dirut BPDPKS, guna membahas pengembangan peremajaan kelapa sawit, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (30/3/2021).

Sudin mengatakan, kelapa sawit telah berkembang dari luas 300 ribu hektar pada tahun 1980, menjadi 16,38 juta hektar saat ini, di mana 6,94 juta diantaranya merupakan perkebunan kelapa sawit rakyat.

“Permasalah utama yang dihadapi kelapa sawit rakyat antara lain, lahan belum berstatus clean and clear, baik dalam status hukum penguasaan maupun peruntukan lahan. Permasalahan lainnya adalah rendahnya produktifitas yang disebabkan tanaman sudah tua dan serangan hama penyakit,” ujar politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, lanjut Sudin, pemerintah memutuskan untuk melakukan peremajaan kelapa sawit rakyat dengan menggunakan dana yang bersumber dari pungutan ekspor kelapa sawit, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Dana perkebunan kelapa sawit itu dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yakni sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengelola dana tersebut.

“Namun disayangkan, peremajaan kelapa sawit yang sudah berjalan lebih dari 5 tahun ternyata kinerjanya jauh dari target yang ditetapkan. Kurangnya sosialisasi, legalitas lahan, petani masih terkendala dengan hutang kepada bank, ketidaksiapan infrastruktur kelembagaan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah menyebabkan kinerja peremajaan jauh dari yang diharapkan,” tandasnya.

Dikatakannya, evaluasi dan penyederhanaan regulasi yang dilakukan pemerintah, seperti memangkas jumlah syarat dari 14 buah menjadi 8 buah serta menurunkan bukti kepemilikan dalam bentuk surat pernyataan dari pemerintah desa ternyata juga belum mampu menyelesaikan target peremajaan setiap tahunnya.

“Kebijakan terbaru dari pemerintah adalah menunjuk PT Surveyor Indonesia untuk menjadi satu-satunya lembaga yang membantu petani kelapa sawit agar bisa melengkapi persyaratan sebagai peserta peremajaan dengan pendampingan, namun hal ini juga dinilai belum mampu meningkatkan,” tuturnya.

Sudin menjelaskan, rapat dengar pendapat yang dilakukan ini diselenggarakan guna menggali informasi mengenai sejauh mana pemanfaatan dana perkebunan untuk peremajaan sawit rakyat serta tantangan yang dihadapinya.

“Selain itu juga untuk mencari solusi dan merumuskan strategi peningkatan maupun percepatan program sawit rakyat, serta optimalisasi pemanfaatan dana BPDPKS yang lebih berpihak kepada perkebunan kelapa sawit,” kata Sudin. (ndi)

  • Bagikan