KPK Tahan 2 Pejabat BPN Dalam Kasus Dugaan Gratifikasi dan Pencucian Uang

  • Bagikan
KPK Tahan 2 Pejabat BPN Dalam Kasus Dugaan Gratifikasi dan Pencucian Uang
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang telah ditetapkan tersangka dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua tersangka itu yakni Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Gusmin Tuarita (GTU) dan Kabid Hubungan Hukum Pertahanan BPN Jawa Timur, Siswidodo (SWD).

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).

“Hari ini kami akan menyampaikan penahanan tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan gratifikasi sekaligus penetapan tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ujarnya.

Lili mengungkapkan, KPK menetapkan Gusmin dan Siswidodo sebagai tersangka sejak bulan November 2019 dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam proses penyidikan, KPK telah memeriksa 120 orang saksi terdiri dari pihak BPN dan pihak-pihak lainnya.

Lili menjelaskan dalam konstruksi perkara, Gusmin saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Kalimantan Barat dan saat menjabat Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Jawa Timur diduga memiliki kewenangan dalam pemberian hak atas tanah.

Kewenangan itu diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah yang ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2013 dan mulai berlaku 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkan.

“Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, GTU bersama-sama dengan SWD diduga menyetujui pemberian Hak Guna Usaha bagi para pemohon dengan membentuk kepanitian khusus yang salah satu tugasnya menerbitkan surat rekomendasi pemberian Hak Guna Usaha kepada kantor pusat BPN RI untuk luasan yang menjadi wewenang Kepala BPN,” ucapnya.

Dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan 2018, lanjut Lili, Gusmin diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon Hak Guna Usaha yang diterima secara langsung dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah maupun melalui SWD bertempat di kantor BPN maupun di rumah dinas. Serta melalui transfer rekening bank menggunakan nomor rekening pihak lain yang dikuasai SWD.

Lili mengungkapkan penerimaan sejumlah uang tersebut kemudian diduga disetorkan oleh GTU ke beberapa rekening bank atas nama pribadi miliknya dan anggota keluarga yang jumlahnya sekitar Rp27 Miliar.

“Ada beberapa setoran uang tunai ke rekening bank GTU yang dilakukan oleh SWD atas perintah langsung GTU dengan keterangan pada slip setoran dituliskan “jual beli tanah” yang faktanya jual beli tanah tersebut fiktif. Untuk jumlah setoran uang tunai melalui SWD atas perintah GTU sekitar sejumlah Rp1, 6 Miliar,” katanya.

Selain itu SWD diduga juga telah menerima bagian tersendiri dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah yang di kumpulkan melalui salah satu stafnya.

Kumpulan uang tersebut digunakan sebagai uang operasional tidak resmi pada Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat (sebagai tambahan honor Panitia B).

“Sisa dari penggunaan uang operasional tidak resmi tersebut kemudian di bagi berdasarkan prosentase ke beberapa pihak terkait di BPN Provinsi Kalimantan Barat. Adapun penerimaan oleh SWD berjumlah sekitar Rp23 Miliar,” ujar Lili

Atas penerimaan sejumlah uang tersebut oleh Gusmin dan Siswidodo menggunakan beberapa rekening atas nama sendiri, menggunakan rekening atas nama orang lain, dan untuk penyetoran selain dilakukan sendiri juga meminta bantuan orang lain yang selanjutnya digunakan untuk pembelian berbagai aset bergerak maupun tidak bergerak serta untuk investasi lainnya.

Atas perbuatannya, dua tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 2 ayat (1) serta pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(Din)

  • Bagikan