Kata KPK, Bank Garansi Edhy Prabowo Tak Punya Dasar Hukum yang Jelas

  • Bagikan
formula
Plt Jubir KPK Ali Fikri/Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP) diperiksa KPK perihal bank garansi dari para eksportir benih lobster atau benur senilai Rp 52,3 miliar.

KPK menegaskan bank garansi yang diberlakukan Edhy tidak mempunyai dasar hukum yang jelas.

“Berdasarkan alat bukti yang kami miliki, KPK memandang bahwa bank garansi dengan alasan pemasukan bagi negara melalui PNBP dimaksud, juga tidak memiliki dasar aturan sama sekali. Padahal kita tahu setiap pungutan negara seharusnya memiliki landasan hukum yang jelas,” kata Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Senin (22/3/2021).

Ali menjelaskan bank garansi yang dipergunakan oleh EP adalah bagian dari konstruksi perkara. Bank garansi murni digunakan oleh para eksportir benur untuk mendapatkan izin ekspor.

“Kebijakan adanya bank garansi oleh tersangka EP dimaksud adalah bagian dari konstruksi perkara ini secara utuh, di mana pihak-pihak eksportir yang ingin mendapatkan izin ekspor benur diduga memberikan sejumlah uang kepada tersangka EP melalui pihak lain dan kemudian juga bersepakat bahwa pengiriman ekspor benih-benih lobster benur dimaksud hanya melalui PT ACK,” papar Ali.

Lebih lanjut, Ali mengatakan eksportir benur itu ternyata berkewajiban menyerahkan bank garansi tersebut. Pengurus PT ACK diketahui sebagai orang-orang kepercayaan EP.

“Di samping itu ternyata para eksportir ada kewajiban pula menyerahkan bank garansi dimaksud. PT ACK didirikan yang di antara para pengurusnya adalah orang-orang kepercayaan tersangka EP,” jelasnya.

Namun, kata Ali, yang melakukan pengiriman ekspor benur itu dilakukan PT PLI dengan biaya yang lebih murah. Dengan selisih harga pengiriman PT ACK dengan PT PLI itu dimanfaatkan oleh EP dan tersangka lainnya untuk membelikan keperluan pribadi.

“PT ACK juga diduga tidak melakukan pengiriman eksport benur tersebut, namun dilakukan pihak lain yaitu PT PLI dengan biaya jauh lebih murah, sehingga selisih harga tersebut kemudian diperhitungkan sebagai ‘keuntungan’ yang diduga dimanfaatkan untuk keperluan pribadi EP dan tersangka lainnya,” ujar Ali.

Dalam kasus ini, ada tujuh orang yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Selain Edhy, KPK menetapkan mantan staf Edhy Prabowo, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi; staf istri Edhy Prabowo, Faqih; dan sespri Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, sebagai tersangka penerima suap.

KPK juga menetapkan Suharjito selaku Direktur PT DPP sebagai tersangka. Dia diduga memberi suap kepada Edhy terkait ekspor benur.

Suharjito telah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia didakwa memberi suap ke Edhy Prabowo sebesar Rp 2,1 miliar terkait kasus ekspor benur.[prs]

 

  • Bagikan