Gus Jazil: PPHN Tetap Jadi Materi yang Dikaji Serius MPR

  • Bagikan
Gus Jazil: PPHN Tetap Jadi Materi yang Dikaji Serius MPR
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengungkapkan sampai saat ini Indonesia telah mengalami beberapa perubahan konstitusi.

Di era orde lama yang dipimpin Soekarno ada Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, lalu di era orde baru yang dipimpin Soeharto dipakai kembali UUD 1945 dengan jargon kembali ke UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Kemudian, masuk era reformasi konstitusi mengalami perubahan menjadi UUD NRI Tahun 1945. Di era inilah terjadi perubahan yang sangat istimewa, sebab pasca amandemen, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara yang salah satu kewenangannya memberikan mandat kepada Presiden.

“Walaupun begitu, MPR masih memiliki sesuatu yang luar biasa yakni memiliki kewenangan tertinggi yang tidak dimiliki lembaga lain yaitu merubah dan menetapkan UUD,” ujar Jazilul dalam keterangannya, Sabtu (20/3/2021).

Hal itu diungkapkannya saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR RI bertema ‘Urgensi Pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara’ di Lobi Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.

Jazilul menuturkan dalam perjalanan era reformasi, muncul wacana besar di tengah masyarakat tentang perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945.

MPR periode 2014-2019 kemudian merespon wacana itu dengan melakukan berbagai kajian bersama elemen-elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, akademisi dan lainnya dan menghasilkan rekomendasi untuk dilanjutkan oleh MPR periode 2019-2024.

“Saya rasa munculnya gagasan perubahan yang berdasar atas kehendak rakyat adalah ciri negara yang menjalankan demokrasi dengan baik dan jika arahnya demi kebaikan negara serta seluruh rakyat Indonesia harus untuk dilaksanakan,” ujarnya.

“Lagipula, konstitusi itu dibuat rakyat sebagai pemegang penuh kedaulatan negara yang perwakilannya ada di MPR dan DPR, apapun maunya rakyat mesti diakomodir, tentu dengan berpedoman pada ketentuan yang ada,” imbuhnya.

Dia menambahkan beberapa ketentuan harus terpenuhi jika perubahan konstitusi ingin dilakukan antara lain, usul harus diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Selanjutnya, setiap usul perubahan diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas pasal-pasal mana saja yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, setelah itu dibawa ke Sidang MPR yang harus dihadiri sedikitnya 2/3 anggota MPR.

“Melalui forum ini saya sampaikan kepada masyarakat sampai hari ini belum ada usulan tersebut. Yang ada adalah MPR bersepakat untuk melakukan amandemen terbatas terkait PPHN. Soal mengapa belum ada usulan, karena masih ada dua pandangan yang berbeda yakni pertama, apakah haluan negara masuk konstitusi dan kedua, haluan negara hanya masuk di UU saja,” ungkapnya.

“Menurut saya pribadi, PPHN ini menjadi penting jika fraksi-fraksi dan kelompok DPD di MPR sepakat untuk menempatkan haluan negara dalam konstitusi sehingga rencana pembangunan nasional menjadi terarah dan berkesinambungan,” paparnya.

Intinya, lanjut Jazilul, PPHN tetap menjadi materi yang terus dikaji serius di MPR dan diupayakan agar berhasil menjadi usulan bersama, agar bisa diajukan dalam amandemen terbatas UUD.

“Tentu kajian tersebut melibatkan masyarakat juga, makanya MPR gencar melakukan serap aspirasi ke berbagai daerah. Saya harap rakyat selain berpartisipasi juga berdoa agar semuanya lancar demi bangsa dan negara,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Juanda mengungkapkan haluan negara masuk dalam konstitusi atau hanya dalam UU saja memang sudah menjadi perbincangan di tengah masyarakat.

Ada dua hal menarik yang mesti dicermati, lanjutnya, pertama, jika haluan masuk dalam UU maka keuntungannya adalah antara lain, tidak perlu merubah UUD, lalu mudah menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Kerugiannya adalah rentan politisasi.

Kedua, jika haluan negara masuk dalam konstitusi, maka keuntungannya adalah haluan itu menjadi pedoman seluruh lembaga negara termasuk Presiden dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta melaksanakan pembangunan secara nasional.

“Menurut saya, karena ini adalah haluan negara bukan haluan pemerintah, maka harus masuk ke konstitusi karena jangkauannya yang luas. Saya rasa, ini harus terus dikaji secara mendalam oleh MPR agar keinginan masyarakat terkait haluan negara bisa terwujud,” tandasnya.[prs]

 

  • Bagikan