Ada Potensi Pelanggaran HAM Di Persidangan HRS, DPR Minta KY Turun Tangan

  • Bagikan
audit
Sekjen PKS, Aboe Bakar Al-habsyi. //Net
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi menyayangkan sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memaksa Habib Rizieq Shihab (HRS) untuk mengikuti persidangan secara online, dalam kasus kerumunan dan hasil Swab tes.

Menurut Aboe Bakar, pemaksaan terhadap seorang terdakwa untuk mengikuti persidangan secara online berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk itu, Aboe Bakar meminta Komisi Yudisial (KY) dan Komnas HAM untuk turun memantau persidangan Habib Rizieq Shihab, karena ada potensi pelanggaran HAM.

“Minta Komisi Yudisial memberikan atensi pada kasus ini, karena kasus ini menjadi perhatian publik. Tentunya KY seharusnya memastikan persidangan berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian pula Komnas HAM, seharusnya memantau persidangan tersebut. Karena pemaksaan seseorang terdakwa bersidang secara on line berpotensi pada pelanggaran HAM,” kata Aboe Bakar dalam keterangan persnya, Senin (22/3/2021).

Dikatakan Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, pihak JPU harus berpegang pada ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa Indonesia adalah negara hukum, hingga tidak ada tindakan yang mengarah pada diskriminasi.

“Kami mengingatkan kepada semua pihak agar konsisten dengan ketentuan UUD 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karenanya, perlu komitment dari semua pihat untuk tegak lurus mengikuti prosedur yang ada,” ucapnya.

Oleh karenanya, proses persidangan seharunsya mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana. “Pemenuhan acara pidana adalah salah satu parameter untuk memastikan bahwa hukum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Karena bangsa ini menyepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” jelasnya.

“Seharusnya Habib Rizeq diperlakukan sebagai warga negara sebagaimana umumnya dalam pengadilan. Karena ini adalah prinsip equality before the law, yaitu persamaan perlakuan di depan hukum,” tambahnya.

Dikatakan Aboe Bakar, pemaksaan pemeriksaan seorang tersangka untuk tidak hadir dalam persidangan berpotensi mengurangi hak-hak hukum yang seharusnya dimiliki. Apalagi pada kasus lain seperti kasus Djoko Tjandra sampai dengan Pinangki semua tersangka bisa leluasa menghadiri persidangan.

“Tentu ini menjadi preseden tidak baik, ketika seolah-olah terlihat ada diskriminasi. Dimana seorang tersangka ngotot mau bersidang namun jaksa tidak menghendaki,” pungkasnya.[prs]

  • Bagikan