Politikus PDIP Purn Jendral TB Hasanuddin Sebut Tak Ada Pasal Karet dalam UU ITE

Realitarakyat.com – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDIP Tubagus (TB) Hasanuddin angkat bicara soal keinginan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia mengakui, dalam UU ITE tersebut memang ada dua pasal krusial yang sempat menjadi perdebatan.

“Sebenarnya UU ITE ini merupakan hasil revisi dengan memerhatikan masukan dari berbagai kalangan, dan memang ada dua pasal yang krusial yaitu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2,” kata mantan anggota Panja RUU ITE itu dalam keterangan Persnya yang diterima pada Rabu, (17/2/2021).

Hasanuddin menjelaskan, Pasal 27 ayat 3 memuat tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Dia pun mengakui, pasal ini sempat menjadi perdebatan.

Meski begitu, Pasal 27 ini sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada saat pembahasan kala itu. Begitu juga dengan Pasal 28 ayat 2 tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok orang cenderung SARA.

“Kedua pasal ini, Pasal 27 dan Pasal 28 harus dipahami oleh para penegak hukum agar tak salah dalam penerapannya. Apalagi pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain,” ujarnya.

Lebih jauh, legislator asal Jawa Barat ini menjelaskan, dalam menerapkan Pasal 27 ayat 2 itu harus dibedakan antara kritik terhadap siapa pun dengan ujaran kebencian dan penghinaan. Penegak hukum juga harus memahami betul secara sungguh-sungguh.

“Kalau dicampuradukkan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi,” tutur Hasanuddin. Hasanuddin pun menggarisbawahi, penerapan Pasal 28 ayat 3 UU ITE ini juga harus berhati-hati dan selektif, karena sangat penting untuk menjaga keutuhan NKRI yang berkarakter Bhineka Tunggal Ika alias pluralisme.

“Multi tafsir atau penafsiran berbeda dapat diminimalisir dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal ini secara komprehensif,” katanya.

Oleh karena itu, politikus PDIP membantah adanya anggapan pasal karet pada dua pasal kontroversial itu. Menurutnya, tak ada pasal karet tapi bagaimana para penegak hukum memahaminya ditambah dengan menggunakan hati nurani.

Dapat dibayangkan bagaimana negeri ini akan kacau kalau bila rakyatnya dibebaskan saling menghujat, membuka aib dan saling mengungkapkan kebencian secara bebas dan vulgar. “Termasuk menyebarkan kebencian karena SARA, padahal negeri ini kan negeri yang berkarakter pluralisme yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.(Din)