PKS Desak BPH Migas Tingkatkan Pengawasan BBM Bersubsidi

  • Bagikan
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak BPH Migas untuk meningkatkan kinerja pengawasan, terutama terhadap BBM bersubsidi yang menjadi tanggung-jawabnya.

Karena berdasarkan pengalaman, sebagaimana yang dilaporkan BPH Migas kepada Komisi VII DPR RI, kebocoran BBM di berbagai daerah masih sering terjadi. Akibatnya peruntukan BBM bersubsidi menjadi tidak tepat sasaran, sehingga masyarakat secara umum menjadi dirugikan.

Ini disampaikan Mulyanto dalam acara Sosialisasi Tugas dan Fungsi BPH Migas di Kota Tangerang, Banten, Kamis (18/2/2021).

Dalam kesempatan tersebut hadir Komisoner BPH Migas M. Ibnu Fajar, Sekretaris BPH Migas, dan Staf Ahli Walikota Tangerang, Banten.

Berdasarkan data temuan BPH Migas sejak tahun 2017, jumlah kasus penyalahgunaan BBM masih meningkat tajam. Dari temuan penyimpangan sebanyak 187 kasus di tahun 2017, bertambah menjadi sebanyak 260 kasus di tahun 2018 dan meningkat menjadi 404 kasus penyimpangan di tahun 2019.

Di sisi lain pada tahun 2019 terjadi over kuota solar bersubsidi sebesar 1,7 juta kilo liter.

“Ini adalah temuan yang tidak boleh dianggap enteng. Perlu kerja yang sungguh-sungguh untuk mengurangi atau bahkan menghapus temuan-temuan penyimpangan tersebut,” ujar Mulyanto.

Karena itu Mulyanto mendesak BPH Migas mempercepat implementasi sistem digitalisasi nozel SPBU yang akan dioperasikan Pertamina. Tujuannya agar pengawasan penyaluran BBM lebih ketat sehingga volume BBM bersubsidi yang dibayar oleh pemerintah akan didasarkan pada volume BBM yang keluar dari nozel SPBU, bukan pada titik transportasi atau depo BBM.

Melalui sistem ini pembelian BBM pada malam hari juga akan terekam.

Terlebih lagi bila sistem ini sudah dapat mencatat nomor polisi kendaraan secara otomatis maka akan diketahui lebih cepat dan rinci terkait lokasi, kapan, kendaraan dengan nomor polisi berapa, serta berapa banyak volume BBM bersubsidi yang dijual kepada masyarakat.

Untuk diketahui sekarang ini, titik serah terima BBM masih di tingkat depo bukan di tingkat SPBU. Sehingga data distribusi BBM antara depo dan SPBU kurang begitu jelas akuntabilitasnya.

“Titik ini harus mendapat perhatian secara serius,” tandas Mulyanto. (ndi)

  • Bagikan