Dewan Minta KSSK Perkuat Kebijakan Pertumbuhan Kredit

Realitarakyat.com – Pandemi COVID-19 turut berdampak pada kinerja intermediasi perbankan. Secara industri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit terkontraksi menjadi minus 2,41 persen (yoy) sepanjang tahun 2020. Tetapi, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) justru tercatat tumbuh double digit di kisaran 11,11 persen (yoy) pada tahun 2020.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin mendesak Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk perkuat kebijakan dalam mendorong pertumbuhan kredit.

“Dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih serta tingginya risiko di tengah pandemi turut mempengaruhi kebijakan ekspansi kredit dan penurunan suku bunga kredit oleh perbankan. Padahal, pemerintah juga telah memberikan stimulus untuk menjaga daya tahan perbankan, baik lewat penempatan dana pemerintah, subsidi bunga kredit hingga penjaminan kredit. Tujuannya tentu agar perbankan dapat memacu penyaluran kredit secara prudent dan selektif. Sekaligus, juga dapat mengatasi potensi terjadinya credit crunch,” urai Puteri, dalam keterangannya, Selasa (16/2/2021).

Untuk diketahui, fenomena credit crunch dapat muncul apabila perbankan cenderung menahan untuk menyalurkan kredit di tengah melemahnya permintaan. Selain itu, hal ini juga mungkin terjadi ketika perbankan mengalami kelangkaan sumber dana untuk menyalurkan kredit. Puteri pun mengimbau KSSK yang terdiri Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan OJK untuk mewaspadai fenomena tersebut.

“Sinergi antar anggota KSSK perlu diarahkan untuk mendorong pertumbuhan kredit pada sektor-sektor prioritas. Misalnya, pelaku usaha yang termasuk dalam kelompok sektor tersebut berdasarkan pemetaan BI perlu segera didorong kreditnya. Dukungan ini harus disinergikan baik dari sisi fiskal dan non fiskal, kebijakan di sektor perbankan maupun penjaminan. Pemetaan ini juga harus dilakukan ditiap provinsi karena sektor potensial dan intensitas dampak pandemi yang dialami tiap daerah juga berbeda-beda,” ungkap Puteri.

Sejak pandemi COVID-19 yang dimulai tahun lalu, BI juga telah menurunkan suku bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 5 kali, yaitu sebesar 125 bps menjadi 3,75 persen atau terendah sejak 2013. Namun, kebijakan ini belum sepenuhnya ditransmisikan oleh industri perbankan terhadap penurunan suku bunga kredit. BI pun berencana merumuskan kebijakan transparansi suku bunga yang diharapkandapat mengatasi hal tersebut.

“Tidak hanya untuk mempercepat transmisi suku bunga kebijakan, saya harap kebijakan ini juga mampu meningkatkan aspek market conduct dan perlindungan konsumen. Oleh karenanya, penyusunan kebijakan transparansi suku bunga perlu diiringi kajian yang komprehensif beserta timeframe yang jelas, mulai dari publikasi penilaian suku bunga kredit bank, penerbitan Peraturan Bank Indonesia, hingga strategi penguatan efektivitas transmisi,” tutur Puteri.

Menutup keterangannya, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini menekankan peran penting pemulihan dari sisi permintaan kredit guna mendongkrak pertumbuhan kredit.

“Pulihnya gairah ekonomi juga bergantung dari keberhasilan penanganan pandemi itu sendiri. Sehingga, kita tentu berharap program vaksinasi COVID-19 dapat berjalan efektif agar geliat ekonomi terus tumbuh. Begitupun, stimulus fiskal dari pemerintah juga diharapkan dapat menopang kelangsungan usaha dan daya beli masyarakat. Dengan begitu, kita berharap dapat mengejar target pertumbuhan kredit yang lebih tinggi sekaligus menjadi dorongan guna mencapai target pertumbuhan ekonomi,” tutup Puteri.[prs]