BKKBN: Masih Tingginya Kasus Bayi Stunting Persulit Siapkan Generasi Emas 2045

  • Bagikan
image_pdfimage_print

Realitarakyat.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan, mempersiapkan generasi emas 2045 bukan hal mudah. Pasalnya, kasus stunting masih menjadi masalah utama bayi dan anak dibawah usia dua tahun di Indonesia.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, masalah stunting wajib diselesaikan karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak.

Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

“Karena mengalami kekurangan gizi menahun, bayi stunting tumbuh lebih pendek dari standar tinggi balita seumurnya. Tapi ingat, stunting itu pasti bertubuh pendek, sementara yang bertubuh pendek belum tentu stunting,” ujar Hasto, dalam keterangannya, Kamis (18/2/2021).

Angka stunting sendiri disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi. Menurut Hasto, di antara 5 juta kelahiran bayi setiap tahun, sebanyak 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting.

“Stunting itu adalah produk yang dihasilkan dari kehamilan. Ibu hamil yang menghasilkan bayi stunting. Saat ini, bayi lahir saja sudah 23% prevalensi stunting. Kemudian setelah lahir, banyak yang lahirnya normal tapi kemudian jadi stunting hingga angkanya menjadi 27,6%. Artinya dari angka 23% muncul dari kelahiran yang sudah tidak sesuai standar,” jelas Hasto.

“Hal lain yang menyebabkan stunting adalah sebanyak 11,7% bayi terlahir dengan gizi kurang yang diukur melalui ukuran panjang tubuh tidak sampai 48 sentimeter dan berat badannya tidak sampai 2,5 kilogram,” sambung dia.

Tidak hanya itu, tingginya angka stunting di Indonesia juga ditambah dari bayi yang terlahir normal akan tetapi tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga menjadi stunting.

“Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup,” jelas Hasto.

Hasto mengingatkan pentingnya menyiapkan kesehatan yang prima sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Dia mengkritik kebiasaan masyarakat yang memilih mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk sekadar melakukan prewedding, tapi tidak memikirkan hal yang lebih mendesak yakni prakonsepsi.

“Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb (hemoglobin), minum tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk persiapannya tidak lebih Rp 20.000. sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya, kemudian suami minum zinc supaya spermanya bagus. Kalau mau menikah, laki-lakinya itu harus menyiapkan 75 hari sebelum menikah. Karena sperma dibuat selama 75 hari,” jelas Hasto.

Hasto juga berharap para calon ibu hamil tidak melakukan diet ketat. “Misalnya ingin langsing, melakukan diet ketat, padahal perempuan mengalami menstruasi setiap bulan, bleeding (perdarahan) sebanyak 100-200 cc. Kalau dia kekurangan nutrisi, anaknya bisa stunting, kan repot,” ungkap Hasto.

“Semua hal ini dilakukan untuk memastikan calon pasangan suami istri dan atau perempuan yang sudah menikah dan ingin hamil memiliki kriteria kesehatan yang baik untuk memproduksi, mengandung serta melahirkan anak yang sehat dan berkualitas,” sambung dia.

Sementara itu, Hasto mengaku siap bekerja keras untuk mencapai target menurunkan prevalensi stunting hingga 14% sebagaimana diamanatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Satu hal yang harus di pahami bersama adalah stunting itu bisa diatasi untuk tidak menjadi stunting atau dikoreksi itu diseribu hari kehidupan pertama. Sehingga ketika bayi lahir sampai 2 tahun ini masih bisa dilakukan modifikasi, intervensi supaya tidak bisa menjadi stunting.

Dalam mengatasi stunting, BKKBN siap mengerahkan dukungan 13.734 tenaga PKB/PLKB dan 1 juta kader yang tersebar di seluruh Indonesia. PLKB nantinya akan menjalankan pendampingan kepada keluarga dan calon pasangan usia subur sebelum proses kehamilan. Misalnya, mendorong calon pengantin agar mau melakukan pemeriksaan sebelum menikah dan hamil.

Selain tetap mengoptimalkan pelayanan melalui kader posyandu, BKKBN juga melakukan penanganan dari hulu ke hilir. Dimulai dari sebelum anak lahir, yakni saat para ibu atau pasangan usia subur merencanakan akan menikah, mereka harus dicek kesehatannya.

“Banyak perempuan Indonesia yang hamil dalam kondisi yang sebenarnya belum siap sehingga kemungkinan anaknya bisa stunting,” ujar dia.

BKKBN sudah meluncurkan program siap nikah dan kedepannya calon pasangan usia subur atau calon pengantin harus mendaftarkan hari pernikahannya tiga bulan sebelumnya. Calon pengantin akan diminta untuk mengisi platform yang berisikan penilaian status gizi dan kesiapan untuk hamil guna mencegah stunting. Platform sedang disiapkan secara bersama-sama oleh BKKBN dan Kementerian Agama (Kemenag).

Hasto mengatkan, BKKBN tidak akan mempersulit dan menggagalkan orang menikah. Apabila ada yang tidak memenuhi syarat untuk hamil. Maka BKKBN tentu tidak melarang menikah tetapi akan memberikan masukan dan saran-saran untuk tidak hamil dulu sebelum kesehatannya memenuhi syarat.

BKKBN juga siap untuk berkoordinasi dengan berbagai Kementerian atau Lembaga dalam percepatan penurunan stunting. Beberapa Kementerian dan Lembaga sudah menyatakan kesiapannya untuk membantu penurunan stunting.

Selain membangun platform bersama, Kemenag siap menurunkan 50.000 penyuluh agama untuk bersinergi dengan BKKBN dalam memberikan edukasi tentang stunting kepada masyarakat.[prs]

  • Bagikan